REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengacara Front Pembela Islam (FPI) Aziz Yanuar menyayangkan rencana pemanggilan terhadap Habib Rizieq Shihab (HRS) oleh polisi karena dianggap mengundang kerumunan massa. Aziz menilai HRS sering menjadi sasaran hukum ketimbang pihak lain yang sebenarnya melakukan kesalahan serupa.
Aziz menyatakan tegaknya hukum pada HRS dan FPI sebagai bentuk ketidakadilan. Sebab menurutnya, kegiatan lain juga ada yang mengundang kerumunan massa seperti Rapat koordinasi tingkat menteri di Bali Juni lalu, Elite Race Marathon di Magelang, pendaftaran Gibran Rakabuming sebagai calon wali kota (Calwalkot) Solo pada September lalu.
"Apakah hukum hanya tegak dan berlaku untuk Habib Rizieq Shihab dan FPI serta yang pro terhadap mereka saja? Ini dzalim, berlebihan dan ketidakadilan nyata," kata Aziz pada Republika, Selasa (17/11).
Aziz merasa prihatin atas tajamnya hukum pasa HRS dan FPI tapi tumpul ke pihak lain. Bahkan, ekses kegiatan HRS berujung pencopotan aparat keamanan dan pemanggilan Gubernur DKI Jakarta Aniea Baswedan.
"Kenapa semua contoh (kegiatan pengumpulan massa) yang saya sampaikan tidak dipermasalahkan, tidak heboh sampai aparat keamanan dicopot," ujar Aziz.
"Tidak ada proses penerapan pasal 93 jo pasal 9 Uu No.6/2018 dan pasal 216 KUHP tuh (pada kegiatan pengumpulan massa lain) dan penyelidikan akan hal tersebut tidak ada," lanjut Aziz.
Aziz mengutip UU Nomor 6 tahun 2018 pasal 7. Isinya setiap orang memiliki hak memperoleh perlakuan yang sama dalam penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan.
"Artinya HRS, FPI, dll memiliki hak sama dengan pihak lain. Kedudukan sama di hadapan hukum," tegas Aziz.
In Picture: Massa Sambut Habib Rizieq Shihab Tiba di Petamburan
Sebelumnya, Polri menyatakan akan meminta keterangan kepada HRS mengenai dugaan pelanggaran protokol kesehatan. HRS bakal dimintai klarifikasi terkait acara pernikahan dan Maulid Nabi yang digelar akhir pekan lalu.
"Kami minta klarifikasi, kita tunggu saja prosesnya. Jadi ini tim dari Mabes Polri dan Polda Metro Jaya yang menangani kasus tersebut," ujar Kadiv Humas Polri Inspektur Jenderal Polisi Argo Yuwono di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (16/11).
Selain itu, penyidik juga memanggil Rukun Tetangga dan Rukun Warga (RT/RW), satpam atau linmas, lurah dan camat setempat serta Wali Kota Jakarta Pusat. Dari pihak KUA juga akan dimintai klarifikasi termasuk Satgas Covid-19, Biro Hukum Pemerintah Provinsi DKI dan beberapa tamu yang hadir serta Gubernur DKI Anies Baswedan.
"Rencana akan kami lakukan klarifikasi dengan dugaan pelanggaran UU Kekarantinaan Kesehatan," kata Argo.
HRS sebelumnya telah dikenai sanksi denda secara administratif sebesar Rp50 juta oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Surat pemberian sanksi itu dikirimkan pada Ahad, 15 November 2020.
Denda ini terkait dengan penyelenggaraan rangkaian kegiatan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW sekaligus pernikahan anak Rizieq di Jalan Petamburan III, Tanah Abang, Jakarta pusat pada Sabtu malam, 14 November 2020. Kegiatan ini menimbulkan kerumunan massa.
Menantu Rizieq Shihab, Hanif Alatas menyebut denda administratif sebesar Rp50 juta telah dibayarkan. Denda merupakan sanksi dari Satpol PP DKI Jakarta karena adanya kerumunan massa saat acara pernikahan anak Rizieq.
"Kami dari pihak keluarga sudah terima suratnya, bahkan kami sudah membayar (sanksi) dan memaklumi hal tersebut, meskipun di acara kemarin diwajibkan protokol Covid (sudah kami laksanakan)," tulis Hanif melalui akun resmi FPI.