Jumat 13 Nov 2020 00:19 WIB

KSP: Pemberian Gelar Hakim MK tak Pengaruhi Independensi

Enam hakim MK, Rabu (11/11), mendapat tanda kehormatan dari Presiden.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Indira Rezkisari
Presiden Joko Widodo menghadiri penganugerahan Tanda Kehormatan Mahaputera dan Bintang Jasa di Istana Negara Jakarta, Rabu (11/11/2020). Presiden menganugerahkan Tanda Kehormatan Mahaputera dan Bintang Jasa kepada 71 pejabat dan mantan pejabat negara serta tenaga medis dan kesehatan yang gugur dalam penanganan Covid-19. Termasuk kepada enam hakim MK.
Foto: KRIS/ANTARA
Presiden Joko Widodo menghadiri penganugerahan Tanda Kehormatan Mahaputera dan Bintang Jasa di Istana Negara Jakarta, Rabu (11/11/2020). Presiden menganugerahkan Tanda Kehormatan Mahaputera dan Bintang Jasa kepada 71 pejabat dan mantan pejabat negara serta tenaga medis dan kesehatan yang gugur dalam penanganan Covid-19. Termasuk kepada enam hakim MK.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Istana Kepresidenan memastikan pemberian tanda kehormatan kepada enam hakim Mahkamah Konstitusi (MK) tidak akan mempengerahi independensi. Kepala Staf Presiden Moeldoko beranggapan, Bintang Mahaputera yang diberikan kepada enam hakim MK telah memenuhi konstitusi dan tidak melanggar aturan.

Pernyataan Moeldoko menjawab kekhawatiran  pemberian gelar kepada hakim MK akan berpengaruh pada independensi institusi. Apalagi MK sedang menangani permohonan uji materi atau judicial review terhadap Undang-Undang (UU) nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Ditakutkan, langkah memberi gelar ini adalah upaya pemerintah 'mengamankan' UU Cipta Kerja.

Baca Juga

Namun kekhawatiran itu dibantah Moeldoko. Ia menjelaskan, pemberian gelar tanda kehormatan sudah melalui pertimbangan matang oleh Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan yang diketuai oleh Menkopolhukam Mahfud MD dan wakilnya adalah Moeldoko sendiri. Pertimbangan tersebut pada akhirnya, ujar Moeldoko, memutuskan bahwa keenam hakim MK tersebut layak menerima penghargaan.

"Pertanyaannya, apakah pemberian tanda kehormatan kepada para hakim MK itu tidak mengurangi independensi? Tidak, karena di sini posisi presiden selaku kepala negara dan kita merujuk beliau-beliau yang pernah mendapatkan Mahaputera, yaitu Pak Jimly Asshiddiqie, Pak Hamdan Zoelva, dan beberapa yang lain," ujar Moeldoko di kantornya, Kamis (12/11).

Presiden Joko Widodo (Jokowi), ujar Moeldoko, memberikan tanda kehormatan kepada hakim MK pun berdasarkan konstitusi. Pemberian tanda kehormatan  mengacu pada UUD 1945 pasal 15 dan dijabarkan kembali pada UU Darurat nomor 5 tahun 1959 tentang Tanda Kehormatan Bintang Republik Indonesia.

"Itu diadakan dengan tujuan untuk memberikan penghormatan istimewa kepada mereka yang berjasa sangat luar biasa atas keutuhan, kelangsungan, dan kejayaan NKRI. Itu harus dipegang teguh dulu," kata Moeldoko.

Ia menambahkan, penentuan pihak-pihak yang mendapatkan tanda kehormatan pun telah melalui diskusi alot oleh Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Moeldoko menyebut, masukan juga dihimpun dari berbagai lembaga yang terlibat termasuk yang sebelumnya memberi gelar pahlawan nasional.

"Kita semua melihat latar belakang, alasan-alasan yang disampaikan, baru kita menentukan. Semuanya melalui mekanisme, bukan begitu saja. Ada mekanisme yang menyaring patut atau tidaknya," kata Moeldoko.

Setidaknya, ada enam hakim MK yang pada Rabu (11/11) kemarin mendapat tanda kehormatan dari Presiden Jokowi. Tiga orang mendapat Bintang Mahaputera Adipradana, yakni Arief Hidayat selaku Ketua Mahkamah Konstitusi 2015-2018 dan Hakim Konstitusi 2018-2023, Anwar Usman sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi 2018-2021, dan Aswanto selaku Wakil Ketua MK 2018-2021 serta Hakim Konstitusi 2019-2024.

Kemudian, Bintang Mahaputera Utama diberikan kepada tiga orang, yakni Wahiduddin Adams selaku Hakim Konstitusi 2019-2024, Suhartoyo sebagai Hakim Konstitusi 2020-2025, dan Manahan MP Sitompul selaku Hakim Konstitusi 2020-2025.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement