REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Prof dr Cissy Rachiana Sudjana Prawira Kartasasmita menjelaskan, izin penggunaan darurat vaksin dapat dikeluarkan dengan memerhatikan keamanan, khasiat, dan mutu. Izin penggunaan darurat yang diberikan oleh badan regulator harus mempertimbangkan rasio kemanfaatan dan risiko.
"Pertimbangannya berdasarkan seluruh data mutu nonklinis dan klinis serta risiko kondisi kesehatan masyarakat yang ditimbulkan penyakit," kata dia melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Selain itu, data uji klinis harus ada demi memastikan keamanan dan khasiat serta mutu vaksin untuk digunakan masyarakat. Menurut Badan Kesehatan Dunia atau WHO, syarat sebuah vaksin dapat diberikan emergency use authorization (EUA) adalah minimal 50 persen relawan sudah divaksinasi secara penuh dan terus dipantau selama tiga bulan setelah suntikan terakhir.
Hal tersebut juga berlaku untuk vaksin jadi yang diimpor. Sejak pemerintah mengumumkan adanya masyarakat di Tanah Air terinfeksi Covid-19 pada awal Maret 2020, jumlah kasus terus meningkat sampai saat ini.
Usaha untuk menurunkan atau memutus mata rantai penularan pun telah dilaksanakan. Namun, dibutuhkan usaha lain mengurangi transmisi virus, yaitu dengan vaksin.
"Secara normal, pengembangan vaksin baru memerlukan waktu yang cukup lama, namun WHO memperbolehkan adanya percepatan pengembangan vaksin Covid-19 karena kebutuhan yang mendesak saat pandemi," ujar Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran tersebut.
Rencana pemerintah menghadirkan vaksin terus menjadi sorotan dari masyarakat, terutama sisi keamanannya, terlebih lagi dalam situasi pandemi. Menurut WHO, badan regulator setempat diizinkan untuk mengeluarkan izin penggunaan darurat, baik untuk obat, alat kesehatan maupun vaksin atau dikenal dengan EUA, untuk mempercepat penanganan Covid-19.
Terdapat beberapa alasan mendasar bagi pemerintah untuk mengeluarkan izin penggunaan darurat, antara lain kondisi pandemi yang membutuhkan ketersediaan vaksin dengan cepat dan tidak ada atau terbatasnya pilihan obat guna pencegahan penyakit yang menjadi pandemi.
"Izin itu diberikan oleh badan regulator di negara masing-masing, untuk Indonesia berarti Badan POM. Penting diketahui persetujuan darurat itu hanya untuk pemakaian terbatas di saat pandemi dan EUA bukanlah izin edar," ujarnya.