Selasa 03 Nov 2020 17:11 WIB

Masyarakat Cenderung Menggemari Kampanye Tatap Muka

'Kampanye daring itu kan monoton, jadi dianggap kurang menarik.'

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Ratna Puspita
Ketua Teritorial Pemenangan Pemilu Jawa 2 (Jawa Barat) Partai Nasdem Saan Mustopa
Foto: Republika/Febrianto Adi Saputro
Ketua Teritorial Pemenangan Pemilu Jawa 2 (Jawa Barat) Partai Nasdem Saan Mustopa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Teritorial Pemenangan Pemilu Jawa 2 (Jawa Barat) Partai Nasdem Saan Mustopa menilai persoalan rendahnya minat calon kepala daerah berkampanye dengan metode daring bukan semata-mata karena calon kepala daerah tidak mau melakukan kampanye daring. Ia mengatakan alasan lainnya, yakni masyarakat cenderung lebih suka dengan metode kampanye langsung atau tatap muka.

"Memang kecenderungan masyarakat itu memang lebih menggemari kampanye yang langsung, tatap muka gitu. Itu kecenderungan yang ada di masyarakat di daerah-daerah yang ada pilkada," kata Saan kepada Republika, Selasa (3/11).

Baca Juga

Ia mengatakan, berdasarkan pengamatannya di lapangan, hampir mayoritas masyarakat di daerah-daerah Jawa Barat yang menggelar pilkada serentak lebih menyukai kampanye kampanye tatap muka. Ketika ada pasangan calon melakukan kampanye melalui daring, ia melihat peserta yang hadir dalam kampanye tersebut sangat minim.

"Kampanye daring itu kan monoton, jadi dianggap kurang menarik lah ya. Tidak ada interaksi, yang kedua juga emosi tidak terbangun, ha-hal seperti ini yang membuat kampanye daring kurang efektif," ujarnya.

Menurutnya, penyelenggara pemilu harus membuat terobosan untuk mengefektifkan kampanye daring tersebut. Sehingga diharapkan semua calon kepala daerah yang akan menggelar kampanye daring didorong dan difasilitas oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) di seluruh tingkatan.

"Tapi kalau semua diserahkan begitu saja kepada pasangan calon untuk melakukan itu, pasangan calon juga mengalami kesulitan karena minat dari masyarakat masih masih rendah," ucapnya.

Sekjen Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno mengatakan kampanye tatap muka lebih diminati masyarakat ketimbang metode kampanye secara daring. Ia mengatakan hal tersebut terjadi di daerah-daerah tertentu yang bukan berbasis urban atau daerah rural (pedesaan).

"Kita melihat memang untuk daerah-daerah tertentu, terutama yang memang tidak berbasis urban, kampanye daring itu ternyata tidak banyak peminatnya dan tidak banyak bisa mendapatkan respons dari konstituen," kata Eddy kepada Republika, Selasa (3/11).

Sebelumnya Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mencatat, jumlah kampanye daring menurun dalam 10 hari ketiga pelaksanaan kampanye Pilkada 2020. Berdasarkan hasil pengawasan Bawaslu di 270 daerah yang menggelar Pilkada 2020, metode daring mengalami penurunan jumlah dibandingkan periode 10 hari sebelumnya. 

Pada periode 10 hari ketiga (16 hingga 25 Oktober), terdapat 80 kegiatan kampanye metode daring. Sedangkan jumlah tersebut turun dibandingkan pada periode 10 hari kedua (6 hingga 15 Oktober) yaitu 98 kegiatan kampanye daring. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement