Rabu 28 Oct 2020 17:37 WIB

Nasdem: tak Setuju Omnibus Law, Uji Materi ke MK Lebih Tepat

Legislator mengatakan pihak tak setuju Omnibus Law lebih pas ajukan uji materi ke MK

Politikus Partai Nasdem Taufik Basari
Foto: Republika/Prayogi
Politikus Partai Nasdem Taufik Basari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR dari Fraksi Partai Nasdem, Taufik Basari mengatakan unjuk rasa menolak Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja merupakan hak setiap warga negara. Namun, menurutnya akan lebih tepat jika pihak-pihak yang menolak Omnibus Law melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.

"Akan lebih baik mengajukan uji materi ke MK kalau tidak sepakat dengan Omnibus Law," ujar Taufik, Rabu (28/10).

Baca Juga

Taufik mengatakan, saat ini ada perbedaan pandangan di masyarakat terkait UU Omnibus Law. Setiap pandangan merasa paling benar, untuk menyelesaikan masalah perbedaan pandangan tersebut, menurutnya MK adalah lembaga peradilan yang paling berwenang.

"‎Memang terhadap perbedaan pandangan yang ada tentu harus diselesaikan oleh pihak yang paling berwenang untuk menentukan keputusan yakni dalam hal ini MK," katanya.

Selain itu, Taufik juga mengingatkan unjuk rasa di tengah pandemi Covid-19 sangat berisiko terjadinya lonjakan kasus penularan. Sehingga hal ini mesti diperhatikan oleh para mahasiswa.‎

"Saya memahami dan menghargai sikap dan penolakan teman-teman ini, ini adalah bagian dari demokrasi. Tapi karena saat ini sedang masa pandemi maka kita tetap harus menjaga agar tidak ada penyebaran terhadap Covid-19 ini," kata Ketua DPP Partai Nasdem itu.

Pria yang akrab disapa Tobas itu menambahkan, ada banyak cara yang bisa dilakukan mahasiswa dalam menyampaikan aspirasinya seperti dengan mimbar akademi dan melakukan dialog dengan banyak pihak.

‎"Oleh karena itu alternatif penyampaian pendapat untuk mencari penyelesaian dari masalah tetap harus dipertimbangkan sebagai jalur-jalur yang bisa ditempuh selain melakukan demonstrasi. Ada baiknya mempertimbangkan saluran lain untuk kita mencegah penyebaran Covid-19," ucapnya.

Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyebutkan sebanyak 123 mahasiswa dinyatakan positif Covid-19 setelah unjuk rasa menolak UU Omnibus Law, beberapa waktu lalu. Hal itu mencerminkan risiko tinggi penularan Covid-19 saat unjuk rasa.

"Karena di saat kita berkumpul dalam kondisi berdekatan, potensi penyebaran akan ada. Ini yang harus kita pikirkan bersama tanpa mengurangi rasa hormat kepada pendapat-pendapat dari teman-teman‎," katanya.‎

Sehingga, menurutnya lebih baik mahasiswa melakukan dialog-dialog saja meminta kepada pemerintah membuka ruang komunikasi terkait UU Omnibus Law. Menurut Tobas penolakan UU Omnibus Law ini terjadi karena tersumbatnya saluran komunikasi, sehingga masyarakat tidak mendapatkan informasi secara utuh.

‎"Karena itu kita harus perbaiki dengan dialog seluas-luasnya. Apa yang menjadi masalah, ada salah pemahaman bisa diselesaikan dengan dialog," ujarnya.‎

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement