Jumat 23 Oct 2020 12:28 WIB

Rapat DPRD di Puncak, Rawan Anggaran Siluman dan Pelanggaran

Rapat perubahan anggaran seharusnya tidak dilakukan DPRD di luar kota.

Petugas menyemprotkan cairan disinfektan di ruang sidang DPRD DKI Jakarta. Rapat kerja DPRD disebut dilakukan di luar kota karena ada kekhawatiran setelah seorang staf DPRD DKI Jakarta positif Covid-19.
Foto: ANTARA/Rivan Awal Lingga
Petugas menyemprotkan cairan disinfektan di ruang sidang DPRD DKI Jakarta. Rapat kerja DPRD disebut dilakukan di luar kota karena ada kekhawatiran setelah seorang staf DPRD DKI Jakarta positif Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Flori Sidebang, Febryan A, Shabrina Zakaria

Pelaksanaan rapat pembahasan Kebijakan Umum Perubahan Anggaran-Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUPA-PPAS) Perubahan APBD Tahun Anggaran 2020 yang dilakukan DPRD DKI Jakarta dan satuan perangkat kerja daerah (SKPD) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di wilayah Puncak, Bogor menjadi sorotan. Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia menilai kegiatan yang dilaksanakan di luar wilayah Ibu Kota itu rawan anggaran siluman.

Baca Juga

Direktur Kopel Indonesia, Anwar Razak, mengatakan rapat tersebut seharusnya tidak dilakukan di luar Jakarta. Menurut dia, apabila kondisi Gedung DPRD DKI tidak memungkinkan untuk menggelar rapat, maka dapat dilaksanakan di tempat lainnya yang masih berada dalam wilayah Ibu Kota.

"Hal ini sangat terkait dengan partisipasi dan pengawasan publik dari masyarakat Jakarta yang seharusnya diberikan seluas-luasnya. Justru dengan melakukan pembahasan anggaran di luar wilayah DKI Jakarta menguatkan kecurigaan adanya permainan anggaran yang sedang disembunyikan dari masyarakat Jakarta," kata Anwar dalam keterangan resmi, Jumat (23/10).

Selain itu, Anwar menuturkan, pelaksanaan rapat di luar kota itu dianggap sebagai pemborosan anggaran. Padahal, kata dia, sepatutnya anggaran tersebut dapat digunakan untuk penanganan Covid-19 di Jakarta.

"DPRD dan Pemprov DKI Jakarta telah melakukan pemborosan anggaran yang jelas mengabaikan prioritas anggaran yang seharusnya tetap dimanfaatkan untuk penanganan Covid dan recovery sosial dan ekonomi publik Jakarta. Kegiatan ini telah menghabiskan ratusan juta rupiah uang APBD hanya untuk pembayaran hotel, perjalanan dinas dan lain lain," jelas dia.

Anwar meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memberikan teguran kepada Ketua DPRD dan Gubernur DKI Jakarta. Alasannya telah mengizinkan rapat pembahasan di luar kantor DPRD dan di luar wilayah DKI Jakarta yang berpotensi memunculkan anggaran-anggaran siluman.

"Kopel Indonesia juga neminta kepada Satgas Covid 19 Nasional untuk memberikan teguran kepada Ketua DPRD dan gubernur DKI Jakarta atas kesengajaan mengabaikan protokol kesehatan dengan mengumpulkan sekitar 800 orang dalam satu pertemuan," ujarnya.

Rapat tersebut dilaksanakan di Hotel Grand Cempaka, Jalan Raya Puncak Pass KM 17, Cipayung, Mega Mendung, Bogor, Jawa Barat pada 21-22 Oktober 2020. Hotel tersebut diketahui dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta, yakni PT Jakarta Tourisindo.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria tidak mempersoalkan kebijakan DPRD DKI untuk menggelar rapat di lokasi tersebut. Menurut Ariza, rapat itu tidak akan menimbulkan klaster baru penyebaran Covid-19 meski dihadiri oleh ratusan orang.

"Oh tidak, kan tidak semua anggota DPRD, tidak sampai 800 orang kayaknya sih. Lagian kan tiap komisi beda-beda tempat," ucap Ariza di Balai Kota, Jakarta Pusat, Kamis (22/10).

Meski demikian, Ariza pun mengaku baru mengetahui bahwa anggota legislatif melaksanakan rapat di Puncak. Namun ia menilai, DPRD DKI memilih lokasi tersebut lantaran membutuhkan tempat yang lebih terbuka saat menggelar rapat. Selain itu, kata dia, Hotel Grand Cempaka juga memang sering digunakan untuk pelaksaan rapat instansi pemerintahan.

"Ya, saya belum tahu (DPRD DKI rapat di Puncak). Kan biasanya itu kenapa rapat di sana, karena mencari tempat yang lebih terbuka. Kemudian biasa rapat-rapat itu kan punya kita. Grand Cempaka itu kan biasa digunakan untuk rapat-rapat," tuturnya.

Ketua Komisi D DPRD DKI Ida Mahmudah mengatakan, rapat kerja DPRD di kawasan Puncak Bogor bakal terus dilanjutkan. "Hari Senin besok masih (rapat di Bogor) karena pembahasan anggarannya belum selesai," kata Ida, Kamis (22/10).

Namun, Ida belum bisa memastikan berapa kali lagi rapat lanjutan bakal digelar di sana. Sebab, intensitas rapat ditentukan oleh dinamika rapat itu sendiri. "Bisa cepat, bisa lambat," katanya.

Ida menjelaskan, rapat digelar di kawasan Puncak Bogor karena terdapat satu staf DPRD DKI yang positif Covid-19. Hal itu membuat anggota dewan merasa tak tenang jika tetap rapat di kantor DPRD DKI.

"Karena ada yang positif, rapatnya jadi horor. Maksudnya kita rapat di kantor itu tidak tenang, buru-buru selesai. Pembahasan anggaran belum selesai, kita bilang 'selesai saja deh' karena kita tidak berani rapat berjam-jam," papar Ida.

Ida juga membantah rapat diikuti 800 peserta. "Tidak ada 800 peserta. 800 dari mana. Tidak mungkin, ah. banyak amat 800," kata Ida.

Ida namun mengaku tak tahu berapa total sebenarnya peserta rapat tersebut. Ia hanya menjelaskan bahwa rapat digelar di tempat yang besar. Rapat juga dilakukan secara terpisah, yakni rapat Badan Anggaran dan rapat per komisi.

Untuk rapat Badan Anggaran, kata dia, jumlah pesertanya sekitar 100 orang. "Tidak nyampai 150 karena eksekutif yang berkepentingan saja sama Banggar, bukan sama seluruh anggota dewan," katanya. Pemkab Bogor diketahui membatasi peserta suatu acara sebanyak 150 orang saja.

Sedangkan rapat komisi, lanjut Ida, digelar secara terpisah-pisah. Setiap komisi menggelar rapat di ruangan tersendiri. Jumlah peserta rapat tiap komisi juga tak lebih dari 75 orang.

Wakil ketua DPRD DKI Jakarta Abdurrahman Suhaimi, mengatakan rapat digelar dengan menerapkan protokol Covid-19 secara ketat. "Masing-masing tempat duduk disekat dengan plastik mika. Sebelum masuk disediakan handsanitizer," kata Suhaimi.

Kemarin, Bupati Bogor, Ade Munawaroh Yasin, mengatakan belum menerima laporan resmi ke Satgas Covid-19 tentang adanya rapat anggota DPRD DKI Jakarta di Hotel Grand Cempaka Cipayung. "Belom ada laporan, belom juga ada izin untuk diberikan rekomendasi (dari Satgas Covid-19)," katanya.

Dia menegaskan, setiap acara atau pertemuan yang dilaksanakan di Kabupaten Bogor harus ada izin atau rekomendasi dari Satgas Covid-19. Dari manapun datangnya tamu, selama acara itu dilaksanakan di Kabupaten Bogor syaratnya adalah memiliki rekomendasi dari Satgas Covid-19.

Berdasarkan keputusan bupati nomor 443/458/Kpts/Per-UU/2020, jumlah pengunjung di suatu acara saat ini dibatasi maksimal 150 orang. “Kenapa? Karena kami meminimalisir ketika ada kejadian di satu tempat terkena Covid ini untuk memudahkan tracking. Jadi kalau ratusan orang agak sulit melakukan tracking dengan cepat,” ujar Ade Yasin.

Politikus PPP ini mendapatkan informasi mengenai 800 anggota DPRD DKI Jakarta yang akan menggelar rapat di Puncak Bogor tersebut. "Informasinya ada 800 orang, itu jumlahnya banyak, setiap acara tidak boleh sebanyak itu," imbuhnya.

Terkait hal itu, Ade Yasin meminta pengertian dan kerjasama untuk tidak melakukan pertemuan besar-besaran di Kabupaten Bogor. Serta meminta pengertian dari berbagai pihak karena masing-masing daerah memiliki aturan yang berbeda-beda.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement