Senin 19 Oct 2020 11:08 WIB

Komnas HAM Mulai Analisis Temuan Informasi di Intan Jaya

Komnas HAM mulai menganalisis temuan informasi penembakan di Intan Jaya, Papua.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bayu Hermawan
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Mohammad Choirul Anam
Foto: Republika TV/Muhamad Rifani Wibisono
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Mohammad Choirul Anam

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Pemantau dan Penyelidikan Komnas HAM, Choirul Anam mengatakan Tim investigasi Komnas HAM sudah mulai menganalisis berbagai informasi saksi dan temuan pihaknya di lapangan terkait penyelidikan terhadap kematian Pendeta Yeremia Zanambani di Kampung Bomba, Distrik Hitadipa, Intan Jaya. Diketahui  sepekan lalu Tim Komnas HAM turun langsung melakukan pemantauan dan penyelidikan terhadap kematian Pendeta Yeremia Zanambani. 

"Hari ini sudah mulai dan akan diselesaikan secepat mungkin," kata Anam kepada Republika.co.id, Senin (19/10). 

Baca Juga

Menurut Anam, Komnas HAM kurang lebih membutuhkan waktu satu bulan untuk menginvesitasi peristiwa tersebut.Waktu itu diperlukan sampai akhirnya Komnas HAM mengeluarkan laporan. 

"Paling cepat satu bulan untuk kami bisa mengeluarkan laporan. Paling lambat tiga bulan," ujarnya.

Anam melanjutkan, Komnas HAM saat ini sedang mengelola seluruh data yang ada untuk menyusun kesimpulan temuan Komnas HAM yang lebih solid. Langkah tersebut juga akan diuji dengan keterangan ahli. 

"Kami sudah menemukan titik keyakinan tapi dibutuhkan pendekatan yang lebih kuat dengan ahli agar semakin terang, kuat dan cepat menghadirkan keadilan," katanya.

"Dalam proses, TIM juga mendapatkan permintaan langsung dari keluarga korban untuk mendampingi ketika dilakukan otopsi, dan dijelaskan itu bagian dari prasyarat dilakukannya otopsi," ujarnya menambahkan.

Anam mengatakan, nantinya laporan kesimpulan akhir, kasus yang terjadi di Kampung Bomba, Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, Papua pada 19 September itu akan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo. "Komnas HAM akan menyerahkan laporan kepada Presiden, karena pengaduan kasus ini juga sampai kepada Presiden," katanya lagi.

Selain memberikan laporan kepada Presiden Jokowi, Komnas HAM juga akan menyerahkan laporan hasil investigasinya kepada keluarga korban dan Menkopolhukam Mahfud MD, sebagai Ketua Tim Gabungan Pencari Fakta atau TGPF. Namun, Anam menegaskan hasil temuan TGPF dan Komnas HAM tidak dalam posisi saling melengkapi, karena kedua pihak bekerja sesuai mandat masing-masing.

"TGPF sesuai mandat Pak Menkopolhukam dan Komnas HAM sesuai mandat undang-undang yang menjadi teritorinya. Karakter dasar Komnas HAM adalah lembaga independen," jelasnya.

"Kebijakan bisa mengambil dari kedua laporan ini, atau laporan-laporan yang lain," ucapnya.

Namun ia berharap, laporan Komnas HAM RI menjadi salah satu yang utama didengarkan, karena kasus Pendeta Yeremia pendekatannya mengenai HAM. Selain itu, sambung Anam, para pihak di Papua mendambakan keadilan substansial dan itu keadilan yang diatur dalam aturan HAM.

Selama sepekan lalu, Tim Komnas HAM telah melakukan pemantauan dan penyelidikan terhadap kematian Pendeta Yeremia. Tim juga melakukan rekonstruksi peristiwa, olah tempat kejadian peristiwa (TKP), dan permintaan keterangan saksi-saksi maupun pihak terkait lainnya. 

Komnas HAM menemukan fakta bahwa peristiwa tersebut tidak berdiri sendiri. Terdapat rentetan peristiwa lain yang terjadi  sebelumnya. 

"Dari tinjauan ke lokasi, olah TKP dan permintaan keterangan saksi-saksi dan para pihak, Komnas HAM mendapatkan berbagai keterangan, bukti dan informasi pendukung semakin terangnya peristiwa tersebut," ujar Anam. 

Anam mengungkapkan,  ada 18 kasus yang terjadi di Intan Jaya yang melengkapi kasus kematian Pendeta Yeremia. Ia melihat ada satu proses yang melatarbelakangi kasus yang terjadi di Intan Jaya. Delapan belas kasus sebelum kasus kematian Pendeta Yeremia itu pun memiliki pola dan karakter yang sama persis, yakni ada kekerasan, ada korban meninggal dunia baik kelompok sipil maupun aparat TNI dan Polri. 

"Jadi ada persoalan serius tentang waktu yang cukup pendek dengan kasus yang banyak. kami melihatnya cukup besar," katanya.

Selain itu, Tim juga menemukan banyak jejak lubang peluru di lokasi kejadian penembakan Pendeta Yeremia Zanambani. Jejak peluru tersebut ditemukan saat tim Komnas HAM RI melakukan rekonstruksi di tempat kejadian perkara yang ada di Kampung Bomba, Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, Papua beberapa hari lalu. 

"Kami menemukan banyak lubang peluru berbagai ukuran dan berbagai tipologi peluru. Ada bekas darah meski sudah mulai pudar," ucapnya.

Komnas HAM, lanjut Anam, belum dapat memastikan lubang peluru di lokasi itu ditimbulkan dari tembakan senjata jenis apa, sebelum dilakukan pengujian untuk menentukan karakter peluru itu. Namun, lantaran kasus inj bukan peristiwa yang tak diketahui orang, sehingga pihaknya masih bisa menelusuri latar belakangnya, dan informasinya. 

"Itu memudahkan kami mengungkap apa yang terjadi, bagaimana (penembakan) itu terjadi, dan dugaan siapa pelakunya," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement