Rabu 14 Oct 2020 12:52 WIB

7 Alasan Pentingnya Merger Bank Syariah BUMN

Merger tiga bank syariah milik BUMN akan diwujudkan dalam waktu dekat.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Elba Damhuri
Menteri BUMN, Erick Thohir mengumumkan rencana merger bank syariah milik BUMN
Foto: Kementerian BUMN
Menteri BUMN, Erick Thohir mengumumkan rencana merger bank syariah milik BUMN

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Merger tiga bank syariah milik BUMN akan terwujud dalam waktu dekat. Hasil merger ini akan menjadi energi besar bagi perekonomian nasional. Benarkah? 

Sedikitnya, ada tujuh alasan mengapa merger bank syariah BUMN yang terdiri dari BRI Syariah (BRIS), BNI Syariah (BNIS), dan Bank Syariah Mandiri (BSM) ini penting dilakukan.

Pertama, dengan merger ini, bank syariah bisa lebih efisien dalam penggalangan dana, operasional, pembiayaan, dan belanja.

Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) 2015-2020 Fauzi Ichsan mengatakan aksi konsolidasi ini berdampak pada turunnya biaya penggalangan dana bank syariah sehingga memungkinkan untuk memperluas ruang gerak.

Menurut Fauzi Ichsan, merger menjadi solusi untuk mengatasi tingginya biaya operasional dan belanja modal (capital expenditure/capex) yang kerap dialami perbankan syariah. 

Dengan konsolidasi, biaya penggalangan DPK, biaya operasional, dan capex bisa ditekan. 

Kedua, merger membuktikan bank syariah memiliki prospek cerah. Perbankan syariah terbukti mampu bertahan di tengah pengaruh buruk pandemi covid-19.  

Bahkan, Fauzi Ichsan menjelaskan kinerja industri perbankan syariah tercatat lebih baik dibanding kondisi perbankan konvensional.

Dari data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pertumbuhan Pembiayaan Yang Disalurkan (PYD) perbankan syariah per Juni 2020 mencapai 10,13 persen secara tahunan (year on year/yoy). Angka ini lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan penyaluran kredit perbankan konvensional yakni 1,49 persen (yoy) pada periode tersebut.

Perbankan syariah mencatat kenaikan DPK yang lebih tinggi dibanding bank-bank konvensional. Pada periode yang sama, pertumbuhan DPK perbankan syariah Indonesia mencapai 9 persen (yoy), sementara industri perbankan konvensional 7,95 persen (yoy).

Dari sisi permodalan, bantalan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan syariah juga terjaga di angka 21,20 persen per Juni 2020. Rasio ini jauh di atas ambang batas kecukupan modal yang diatur otoritas sekitar 12-14 persen.

Ketiga, aset bank syariah makin besar dan kuat. Bank syariah hasil merger ini akan masuk top 10 bank nasional dengan aset sampai Rp 240 triliun. 

Keempat, kata Ketua Tim Project Management Office dan Wakil Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, Hery Gunardi, bank hasil merger memiliki potensi 10 bank syariah teratas secara global berdasarkan kapitalisasi pasar. 

Dengan catatan ini, cakupan pasar bank syariah makin luas dan menjangkau berbagai kalangan.

Dengan total aset saat ini sekitar Rp 220 triliun-Rp 225 triliun, diproyeksikan pada 2025, aset bank ini bisa Rp 390 triliun, pembiayaan mencapai Rp 272 triliun, dan pendanaan Rp 335 triliun.

Kelima, bank merger akan memiliki produk yang lengkap, mulai dari wholesale, consumer, retail, UMKM, dengan berbagai produk dan layanan yang handal.  

Alasan keenam....

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement