REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febryan A, Flori Sidebang, Antara
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan, pembangunan turap di Jalan Damai 2 RT 04/RW 012, Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan diduga telah melanggar aturan pendirian bangunan. Menurut dia, seharusnya tidak ada bangunan yang berdiri persis di samping sungai.
"Memang di situ diduga ada pelanggaran di bangunan tersebut, harusnya tidak boleh ada tembok yang jaraknya persis di pinggir sungai. Harusnya ada space (jarak) yang cukup, sehingga tidak terjadi longsor," kata Riza di Jakarta, Selasa (13/10).
Riza mengaku telah meminta jajarannya untuk melakukan investigasi mengenai izin pembangunan tersebut. "Kami sudah minta pada dinas terkait untuk mengecek, lakukan investigasi terkait bangunan tersebut yang kami duga melanggar," ungkap Riza.
Pemprov pun akan melakukan evaluasi terhadap bangunan-bangunan maupun rumah yang didirikan persis di pinggir sungai. "Kami sudah minta, tadi juga kami rapat, supaya semua daerah-daerah khususnya di daerah aliran sungai dicek kembali, jangan sampai ada bangunan yang persis berada di pinggir sungai kemudian yang dapat mengakibatkan longsor," kata Riza.
Menurut Riza, memang sepatutnya tidak boleh ada bangunan yang didirikan di pinggir sungai. "Di setiap sungai yang kita lakukan naturalisasi atau normalisasi di situ di pinggir kiri dan kanan sungai itu akan dibangun jalan inspeksi. Jadi idealnya memang tidak boleh ada bangunan di pinggir sungai," tutur Riza.
Turap atau dinding pembatas itu dibangun secara vertikal. Di atasnya terdapat kompleks Perumahan Melati Residence.
Camat Jagakarsa, Alamsah, menduga konstruksi dinding pembatas setinggi 12 meter itu tidak sesuai standar. "Yang jelas konstruksi kalau dia kuat tidak mungkin roboh," kata Alamsah di lokasi kejadian, Senin (12/10) malam.
Berdasarkan pantauan Republika, dinding pembatas itu dibangun secara vertikal. Di atas tebing itu terdapat sejumlah rumah yang berada dalam kawasan Melati Residence. "Yang jelas kenapa bisa roboh, karena perhitungannya kurang," kata Alamsah.
Namun dia enggan mengungkapkan lebih jauh soal dugaan pengembang perumahan tersebut melanggar aturan tata ruang. Padahal, tampak sejumlah rumah di perumahan itu dibangun tepat di bibir tebing.
"Kami sedang investigasi soal keruntuhan tebing rumah ini. Saya kira memang harus ada jarak antara sempadan sungai dengan bangunan perumahan," kata Alamsah. Investigasi, kata dia, kini tengah dilakukan Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan Provinsi DKI Jakarta.
Wali Kota Jakarta Selatan, Marullah Matali, mengatakan, penyelidikan ditargetkan rampung kurang dari sebulan sejak kejadian. "Investigasi selama sebulan lama bener. Seharusnya begitu (kurang dari sebulan). Nanti kita lihat bagaimana tim investigasi bekerja," kata Marullah.
Ia mengatakan, jika dalam proses penyelidikan ditemukan ada unsur pelanggaran aturan tata ruang, maka pihaknya akan memberikan sanksi tegas. "Pasti kami berikan sanksi," ucapnya.
Anggota DPRD DKI Jakarta, Purwanto, menyebut bakal mengawal penyelesaian tragedi longsor dan banjir di Kelurahan Ciganjur. Ia juga akan berupaya membicarakan kemungkinan pihak pengembang perumahan Melati Residence membayar ganti rugi kepada warga terdampak.
"Pasti (akan saya kawal). Saya sudah bicara dengan Pak RT. Kita coba asistensi nanti untuk bisa lihat kemungkinan untuk upaya ganti rugi secara materi," kata Purwanto ketika meninjau lokasi kejadian.
Purwanto mengatakan, pihak pengembang perumahan memang memiliki perjanjian tertulis dengan warga soal pembangunan rumah di pinggir tebing sungai itu. Pengembang berjanji akan bertanggung jawab atas semua dampak dari pembangunannya.
"Sejauh ini menurut keterangan Pak RT, keliatannya pengembang kooperatif, sih. Dia kooperatif dengan warga," kata anggota dewan dari Dapil 8 DKI (salah satunya Jagakarsa) itu.
Irfan Maulana (23), salah satu warga yang rumahnya hancur tertimpa longsor, mengatakan, rumah di pinggir tebing dengan gaya minimalis itu baru dibangun sekitar setahun lalu. Ketika hendak dibangun, warga bersama Ketua RT setempat menyatakan penolakan.
Namun pengembang bersikukuh melanjutkan pembangunan di atas tebing setinggi 12 meter itu. Pengembang meyakini tebing yang sudah dilapisi tembok itu akan kuat menahan beban rumah.
"Warga akhirnya setuju setelah ada perjanjian dengan pihak pengembang. Janjinya mereka bertanggung jawab jika terjadi sesuatu terhadap warga akibat pembangunan rumah itu," kata Irfan, Senin.
Kini Irfan berharap pengembang melunasi janjinya itu. Terlebih rumahnya kini telah hancur dan dirinya sendiri juga mengalami luka-luka akibat tertimpa material longsor.
"Harus dipertanggungjawabkan berapa kerugian materi dan nyawa juga," kata Edi Firmansyah (43 tahun), salah satu warga yang rumahnya terendam banjir.
Republika belum berhasil mendapatkan tanggapan dari pihak pengembang Melati Residence. Kepala Suku Dinas Citata Jakarta Selatan, Syukria, mengatakan, perumahan Melati Residence memiliki izin mendirikan perumahan di kawasan tersebut. Izin dikeluarkan tahun 2014.
Namun, ia belum bisa memastikan perihal izin mendirikan rumah di pinggir tebing yang longsor itu. "Ini yang masih kita teliti," kata Syukria singkat.
Ihwal jarak bangunan dengan bibir sungai diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 28 Tahun 215 Tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau. Dinyatakan bahwa garis sempadan pada sungai tidak bertanggul di kawasan perkotaan paling sedikit 10 meter di sisi kiri dan kanan.
Bencana itu bermula dari hujan deras yang mengguyur Jakarta Selatan sejak Sabtu sore. Anak Kali Setu, yang lebarnya hanya sekitar tiga meter, meluap. Walhasil, perumahan warga tergenang setinggi mata kaki.
Berbeda dengan banjir sebelumnya di kawasan ini, banjir Sabtu lalu itu disertai longsor. Longsor berasal dari tebing pembatas perumahan Melati Residence. Perumahan yang berisi rumah dengan gaya minimalis itu terletak di sisi kiri sungai. Posisinya berada di ketinggian 12 meter dari bibir sungai.
Tebing setinggi 12 meter yang dilapisi beton itulah yang ambles. Reruntuhannya menimpa lima rumah petak warga di sisi kanan sungai, yang posisinya hampir sama tinggi dengan bibir sungai. Reruntuhannya turut menutup badan sungai sehingga membuat kali semakin meluap dan memperparah banjir.
Korban terdampak longsor masih bertahan di pengungsian dan sebagian membutuhkan bantuan pakaian. Tati (50), salah satu warga yang terdampak longsor, mengatakan semua bantuan hampir semuanya telah diterima warga terdampak, hanya saja warga kesulitan mengganti pakaian dalam. "Baju, makanan sudah ada semua, tinggal pakaian dalam yang susah," kata Tati yang mengungsi, Selasa (13/10).
Selain Tati, ada sekitar 20 pengungsi yang bertahan di rumah Haji Rohmani. Sebagian besar wanita usia sekitar 20 tahun hingga lansia. "Di sini kebanyakan masih muda-muda," ujar Tati.
Tati dan sejumlah pengungsi lainnya belum bisa kembali ke rumahnya karena proses evakuasi material longsor di anak Kali Setu masih berlangsung. Selain itu air juga masih menggenangi permukiman warga setinggi 20 cm atau semata kaki.
Permintaan serupa juga disampaikan Dewi, pengungsi lainnya. Dia juga membutuhkan pembalut wanita serta peralatan kebersihan seperti mencuci pakaian dan rumah. Menurut Dewi, banjir merendam rumah mereka hingga 1,5 meter pada Sabtu (10/10) lalu membuat seluruh peralatan rumah tangga rusak, termasuk pakaian dan lainnya.
"Kita sih baju ada, terima banyak berdus-dus, yang susah itu celana dalam, bra, kaos dalam juga. Jarang ada yang memberikan bantuan itu, kalaupun ada ukurannya besar-besar," ujarnya.
Beberapa warga masih bertahan di pengungsian seperti di pendopo, sekolah alam, mushala dan rumah warga, terutama yang berada di dekat kali. Hingga hari ini, pihak Kelurahan Ciganjur memperpanjang masa tanggap darurat selama tiga hari kedepan karena proses evakuasi material longsor yang menutup anak Kali Setu belum selesai dievakuasi.
Proses evakuasi membutuhkan alat berat untuk mengangkat material tembok dan puing-puing rumah yang hancur. Untuk membuka jalan agar alat berat bisa masuk, sejumlah rumah warga yang berada di pinggir kali dihancurkan untuk jalan alat berat dan mempermudah membangun talud untuk jalan air.
Staf Suku Dinas Sumber Daya Air Kecamatan Jagakarsa, Zen Bachtiar, menyebutkan, pihaknya telah berhasil membuka aliran Kali Setu untuk mengurangi debit yang masuk ke rumah warga. "Kita buat sodetan, kita buka sedikit-sedikit aliran, ini juga dapat mengurangi aliran kali yang masuk ke pemukiman," katanya.