Jumat 09 Oct 2020 06:42 WIB

KAMI Kritik Cara Kepolisian Hadapi Massa Penolak UU Ciptaker

Tugas aparat kepolisian melayani, melindungi, mengayomi, serta mengatur masyarakat.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Andi Nur Aminah
Ratusan massa yang terlibat kerusuhan saat aksi menolak UU Omnibus Law di kawasan Gedung DPRD Jawa Barat, diamankan di halaman Polrestabes Bandung (ilustrasi)
Foto: Edi Yusuf/Republika
Ratusan massa yang terlibat kerusuhan saat aksi menolak UU Omnibus Law di kawasan Gedung DPRD Jawa Barat, diamankan di halaman Polrestabes Bandung (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) menyayangkan cara aparat kepolisian menangani massa penolakan Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja Kamis (8/10) di sejumlah daerah di Indonesia. Dalam pernyataan sikapnya, KAMI mengutuk sejumlah tindakan aparat kekerasan dan brutal yang dilakukan terhadap aparat seluruh massa aksi penolakan Omnibus RUU Law Cipta Kerja.

"KAMI mengutuk semua tindakan kekerasan dan brutal yang dilakukan oleh aparat kepada buruh, mahasiswa, pelajar dan emak-emak yang sedang memperjuangkan hak konstitusionalnya," demikian bunyi pernyataan tertulis KAMI yang ditandatangani sejumlah presidium KAMI, Gatot Nurmantyo, M Din Syamsuddin, dan Rachmat Wahab.

Baca Juga

KAMI menekankan bahwa tugas aparat adalah melayani, melindungi, mengayomi, serta mengatur masyarakat. Bukan melarang kegiatan rakyat penyampaian aspirasi. "Karena sejatinya aparat, setiap bulan menerima gaji dan makan dari uang rakyat," ujar mereka.

KAMI menyatakan membuka Posko Advokasi dan posko pengaduan yang siap untuk mendampingi dan memberikan bantuan hukum kepada korban kekerasan dalam unjuk rasa UU Omnibus Law. Terkait aksi penolakan yang terjadi di berbagai tempat, KAMI juga memberikan dukungan moril terhadap kaum buruh, mahasiswa, pelajar, akademisi, emak-emak dan tokoh agama yang berjuang membela dan mempertahankan hak dan aspirasinya.

"Untuk ikut menyuarakan aspirasi rakyat, khususnya Kaum Buruh, yang terampas hak-haknya oleh UU Omnibus Law Cipta Kerja, dalam semangat memperjuangkan kebenaran dan keadilan, demi kesejahteraan," tulis mereka dalam pernyataan tersebut.

Mereka juga menyatakan bahwa aksi yang terjadi kemarin merupakan akibat dari keputusan DPR dan Presiden yang abai dan tidak memperhatikan aspirasi buruh, kampus, para guru besar, ormas keagamaan khususnya PBNU, PP Muhammadiyah, mahasiswa, LSM dan organisasi kemasyarakatan lainnya. Namun tetap memaksakan untuk memutuskan dan mengesahkan RUU Omibus Law. 

"Atas reaksi penolakan yang masif terjadi di seluruh Indonesia, sudah seharusnya Presiden sebagai kepala pemerintahan tidak menghindar dan membuka ruang dialog yang seluas-luasnya," tegas mereka.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement