Selasa 29 Sep 2020 22:48 WIB

BKKBN Penanggung Jawab Utama Penanggulangan Stunting

Pemerintah menargetkan kasus stunting bisa ditekan menjadi 24 persen

ilustrasi Stunting
Foto: Republika/Mardiah
ilustrasi Stunting

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) ditetapkan menjadi penanggungjawab utama dalam program penanggulangan stunting (kekerdilan pada anak).  Penetapan itu disampaikan Presiden secara langsung dan  lisan kepada Kepala BKKBN, Dr. dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) saat dipanggil ke Istana Negara, beberapa waktu lalu. 

Menindak lanjuti keputusan tersebut, jajaran BKKBN telah melakukan serangkaian pertemuan, di antaranya dengan jajaran Kantor Wakil Presiden dan Kementerian Keuangan.  Di sela acara Webinar Series Jangan Tua Sebelum Kaya, Selasa (29/09), Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN, Dr. Ir. Dwi Listyawardani, M.Sc, Dip.Com, membenarkan penetapan tersebut saat dikonfirmasi wartawan.  "Dalam penanganan stunting, BKKBN menjadi  koordinator yang diarahkan di tingkat lapangan," ujar Dani, panggilan akrab Listyawardani. 

Penunjukan BKKBN ini di antaranya didasari pertimbangan kemampuan "dobrak" di mana lembaga ini memiliki "pasukan" lapangan yang terbilang cukup banyak. Mencapai 14 ribu Petugas Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana (PLKB/PKB) dari unsur ASN (Aparatur Sipil Negara) dan anak 10 ribu petugas non-ASN. 

Menurut Dani, nantinya BKKBN akan lebih fokus menggarap kegiatan penanggulangan stunting yang belum sepenuhnya tersentuh. "Gap yang belum terselesaikan, akan menjadi perhatian kita.  Terutama mendampingi remaja, dan juga keluarga," ujar Dani. 

Ketika melakukan pendampingan, petugas BKKBN akan memastikan  bahwa kehamilan itu adalah  benar-benar kehamilan yang direncanakan. Sehingga akan lahir anak yang sehat.  "Dengan pendampingan ini, diharapkan tidak ada lagi ibu yang memiliki risiko melahirkan anak yang tidak sehat yang berisiko stunting," jelas Dani.

Pemerintah sendiri menargetkan kasus stunting yang saat ini mencapai angka sekitar 27 persen, dapat ditekan menjadi 24 persen pada 2020 dan turun lagi menjadi 14 persen pada 2024. 

Menikah muda

Dani mengatakan, 30 hingga 35 persen kasus stunting pada anak dilahirkan oleh wanita yang menikah di usia muda. "Menikahlah  di usia 21 tahun agar melahirkan anak yang sehat," ajak Dani kepada anak muda. 

Penyebab stunting lainnya adalah jarak kelahiran. Dalam berbagai penelitian, demikian Dani, ada korelasi kuat antara jarak kelahiran dan stunting. "Untuk itu, BKKBN mengajak keluarga untuk menjaga jarak kelahiran minimal tiga tahun antar satu anak dengan anak berikutnya," ujar Dani.

Dani mengingatkan agar para ibu memperhatikan 1000 Hari Pertama Kehidupan. Suatu periode kehidupan bayi sejak dalam kandungan hingga dua tahun menyusui. 

Dani juga mengkhawatirkan akan terjadinya peningkatan kasus stunting di masa Covid-19. Pasalnya, daya beli masyarakat menurun. "Kondisi saat ini cukup mengejutkan. Banyak keluarga mulai kesulitan ekonomi. Mereka menjual simpanannya seperti emas. Atau mulai makan dari tabungan. Belum lagi munculnya kasus depresi dan stres," tandasnya. 

Demikian halnya meningkatnya kasus perceraian dan kerenggangan hubungan antar suami-istri karena masalah  ekonomi. Termasuk kawin muda. Atau pun tradisi menikah muda. Semua itu, menurut Dani, dapat mempengaruhi upaya penurunan kasus stunting di Indonesia. Untuk itu, BKKBN akan melakukan intervensi terhadap penghambat-penghambat tersebut melalui program terobosan.

Dani mengatakan, salah satu program yang akan menjadi fokus kedeputiannya (Pengendalian Penduduk) adalah mengawal pertumbuhan penduduk agar tetap terjaga pada posisi Penduduk Tumbuh Seimbang  (PTS) dengan rata-rata total fertilitas rate (TFR) berada di angka 2,1. 

"Seimbang bisa membuat keluarga menjadi berkualitas. Seimbang dalam banyak hal, ekonomi dan lainnya," ujar Dani dalam webinar bertema "Dari Anak Muda Kreatif dan Inovatif menuju Lanjut Usia Produktif untuk Indonesia Emas 2045". 

Pada bagian lain penjelasannya, Dani mengatakan bahwa  saat ini generasi "baby boomers" masih "menguasai" banyak  aspek kehidupan bernegara.   "Untuk itu,  harus ada  kesinambungan antar generasi  agar negara terjaga dan berkembang menjadi   sebuah bangsa yang unggul," jelas Dani.

Dani mengatakan bahwa hubungan antar generasi haruslah  terjalin baik melalui proses komunikasi yang baik. Untuk menuju ke arah sana, BKKBN mengembangkan pendekatan "life cycle". Garapan BKKBN adalah mengarahkan penduduk agar memiliki perencanaan kehidupan sebaiknya. Mulai dari dalam kandungan hingga  lansia.  "Jadilah orang tua yang baik, melahirkan   generasi  yang sehat dan cerdas. Sehingga akan mewujudkan anak-anak bangsa yang kaya dalam banyak hal," ujar Dani. 

Prof. Dr.  Fasli Jalal, Ph.D, Rektor Universitas Yarsi, dalam wabinar itu menggarisbawahi yang dimaksud menjadi "kaya" sesuai tema besar webinar Jangan Tua Sebelum Kaya, adalah kaya dalam  berbagai indikator seperti agama. 

"Tidak selalu indikator sosial ekonomi saja," jelas Prof. Fasli yang membawakan tema Peran Lansia dan Generasi Muda dalam Pembangunan Manusia Menuju Indonesia Emas 2045.  Webinar juga menampilkan pembicara Wildanshah, Komisaris Perkumpulan Warga Muda, dengan membawakan tema Kontribusi Generasi Muda untuk Mempersiapkan Indonesia Emas 2045.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement