REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejakgung), Jumat (18/9), memeriksa tersangka Andi Irfan Jaya dalam kasus pemberian suap Djoko Tjandra untuk pengurusan proyek bebas melalui fatwa Mahkamah Agung (MA) pada 2019 lalu. Pemeriksaan dilakukan di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lantaran saat ini Andi sedang menjalani penahanan di rutan KPK.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Hari Setiyono menjelaskan Andi diperiksa karena terungkap sejumlah fakta-fakta hukum baru dalam kasus itu.
"Guna melengkapi kekurangan bahan keterangan karena terdapat perkembangan fakta-fakta hukum yang harus diklarifikasi," kata Hari kepada wartawan, Jumat (29/9).
Hari menjelaskan, Andi diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi yang juga merupakan tersangka dalam kasus tersebut. Dalam hal ini, Hari menjelaskan bahwa Andi yang diduga turut bekerja sama dengan Pinangki untuk membuat proyek pembebasan Djoko Tjandra saat masih berstatus buron.
"(Pemeriksan Andi) Untuk berkas perkara atas nama Tersangka JST (Djoko Tjandra)," ujar Hari.
Sejauh ini, telah terungkap bahwa kejadian pidana ini bermula pada November 2019 di mana terdakwa bersama dengan Anita Kolopaking dan Andi Irfan Jaya yang bertemu Djoko Tjandra saat masih berstatus sebagai buronan.
"(Pertemuan) Di Kantornya (Djoko Tjandra) yang terletak di The Exchange 106 Lingkaran TrX Kuala Lumpur, Malaysia. Saat itu, Sdr, Joko Soegiarto Tjandra setuju meminta Terdakwa untuk membantu pengurusan fatwa ke MA," kata Hari.
Dalam permintaan itu, terdakwa meminta agar pengurusan itu dibayar dengan sejumlah uang, yakni US$ 1 juta. Namun pembayaran uang itu akan melalui pihak swasta, yakni Andi Irfan Jaya yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka.
Pengurusan Fatwa MA itu dibuat dalam sebuah proposal yang diberi nama Action Plan. Pembayaran dilakukan oleh Djoko Tjandra melalui adik iparnya, Herriyadi Angga Kusuma sebesar US$ 500 ribu atau senilai Rp7 miliar di Jakarta. Uang itu diterima oleh Andi Irfan Jaya.
"Selanjutnya Saudara Andi Irfan Jaya memberikan uang sebesar US$ 500 Ribu tersebut kepada terdakwa," ujar Hari.