Senin 24 Aug 2020 07:16 WIB

Politikus PKS Prihatin Pesawat N-250 Dimuseumkan

Memuseumkan pesawat N250 sebuah ironi dalam pencapaian iptek dan inovasi nasional.

Rep: Ali Mansur / Red: Agus Yulianto
Proses perakitan pesawat N250 Prototipe Aircraft 01 (PA01) Gatotkaca di Pangkalan TNI AU Adisutjipto, Yogyakarta, Sabtu (22/8). Bagian tersulit dari perakitan yakni memasang sayap ke badan pesawat. Pasalnya, sayap pesawat utuh tidak dipotong. Pesawat N250 menjadi koleksi ke-70 Museum Pusat Dirgantara Mandala Yogyakarta. Perakitan sendiri diberikan waktu selama lima hari sebelum diserahterimakan kepada museum.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Proses perakitan pesawat N250 Prototipe Aircraft 01 (PA01) Gatotkaca di Pangkalan TNI AU Adisutjipto, Yogyakarta, Sabtu (22/8). Bagian tersulit dari perakitan yakni memasang sayap ke badan pesawat. Pasalnya, sayap pesawat utuh tidak dipotong. Pesawat N250 menjadi koleksi ke-70 Museum Pusat Dirgantara Mandala Yogyakarta. Perakitan sendiri diberikan waktu selama lima hari sebelum diserahterimakan kepada museum.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mulyanto mengaku, prihatin mendengar kabar pesawat N250 karya Presiden BJ Habibie dimuseumkan. Setelah 2 dekade tidak tersentuh, akhirnya PT. Dirgantara Indonesia (PTDI) menghibahkan pesawat bernama Gatot Kaca itu kepada TNI-AU, untuk dijadikan salah satu koleksi Museum Pusat Dirgantara Mandala (Pusdirla) Yogyakarta. 

"Padahal 10 Agustus lalu, insan iptek bersama Presiden Jokowi memperingati 25 tahun hari kebangkitan teknologi nasional (Hakteknas), yakni hari dimana diterbangkan pertama kali N-250 si Gatot Kaca yang 100 persen made in Indonesia. Cukup memilukan hati," ujar Mulyanto dalam keterangannya, Sabtu (22/8).

photo
Dua siswa SD mencoba kokpit pesawat N250 yang dipamerkan dalam Habibie Festival di Museum Nasional, Jakarta Pusat. - (Antara/Sigid Kurniawan)

Menurut Mulyanto, keputusan memuseumkan pesawat N250 adalah sebuah ironi dalam pencapaian iptek dan inovasi nasional. Pesawat N250 yang semula digadang-gadang sebagai produk unggulan inovasi Indonesia kini ternyata berakhir tragis menjadi barang koleksi semata. 

Sebab pemuseuman tersebut dapat dipandang sebagai ujung gelap dari dunia Iptek dan inovasi. "Seperti isyarat kepada masyarakat ilmiah, bahwa Iptek dan inovasi itu bukanlah sesuatu yang penting," keluh anggota Komisi VII DPR RI tersebut.

Sebab, lanjut Mulyanto, produk yang dihasilkannya kelak hanya akan mengisi museum, yang indah dipandang mata. Bukan produk yang secara ekonomi, Hankam dan sosial kemasyarakatan bermanfaat secara luas. Kata Mulyanto, penilaian itu bukan tanpa alasan.

"Sekarang coba tengok, apakah program pengembangan produksi pesawat sejenis ini masuk ke dalam Proyek Strategis Nasional (PSN)? Tidak kan?! Pesawat R-80 dan pesawat N-245 dicoret dari program PSN," tutur Mulyanto.

Kemudian, sambung Mulyanto, bandingkan antara anggaran riset vaksin Corona dengan biaya jasa para buzzer dan influencer, tidak ada apa-apanya. Apalagi kalau dibandingkan dengan APBN 2021 yang disiapkan untuk membeli vaksin impor yang sebesar 25 triliun rupiah. Praktis sangat jomplang. "Kita masih senang menjadi bangsa pembeli, ketimbang menjadi bangsa pembuat”, tambah Mulyanto.

Selain itu Mulyanto juga menyayangkan sikap Pemerintah yang tidak fokus dalam pengembangan Iptek dan inovasi nasional, baik dari aspek kelembagaan maupun pendanaan. Pemerintah dinilai lebih senang pada program-program populis meskipun tidak strategis. 

"Soal ESEMKA misalnya. Sampai sekarang kita belum pernah lihat wujudnya seperti apa. Padahal awalnya produk ini digadang-gadang akan menjadi mobil nasional”, tukas Mulyanto. 

Untuk itu, Mulyanto mendesak Pemerintah untuk membangun ekosistem pengembangan iptek dan inovasi nasional secara lebih serius, agar pembangunan iptek terintegrasi dengan pembangunan ekonomi. Memang membuat pesawat itu tidaklah mudah tapi kenyataan Indonesia bisa dan mampu.

"Sudah banyak tenaga-tenaga ahli yang kita miliki. Jadi soalnya bukan pada kemampuan SDM secara teknologis. N-250 si Gatot Kaca, kita buat dan terbang. 

Namun, Mulyanto mengatakan. persoalan utamanya terletak pada ekosistem inovasi kita yang belum terintegrasi dan utuh dari hulu ke hilir, dari ide, invensi, inovasi, sampai produk unggul yang diserap pasar secara bekelanjutan. Ekosistem pembangunan inovasi ini sangat penting. 

"Agar iptek yang dikembangkan di dalamnya tumbuh subur dan berbuah bagi kemanfaatan ekonomi, sosial kemasyarakatan dan hankam”, tutup Mulyanto. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement