Jumat 21 Aug 2020 16:37 WIB

Empat Kesepahaman Wakil Buruh-DPR Terkait RUU Cipta Kerja

DPR dan wakil serikat buruh belakangan sepakat membentuk tim perumus RUU Cipta Kerja.

Sejumlah buruh melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (29/7/2020). Mereka menuntut DPR untuk menghentikan pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
Foto: ANTARA/Sigid Kurniawan
Sejumlah buruh melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (29/7/2020). Mereka menuntut DPR untuk menghentikan pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Arif Satrio Nugroho

DPR dan wakil serikat buruh diketahui telah membentuk tim perumus RUU Cipta Kerja. Dari tim tersebut, keduanya menghasilkan empat kesepahaman dari pertemuan yang digelar pada 20-21 Agustus 2020.

Baca Juga

Pertama, terkait klaster ketenagakerjaan yang mengatur beberapa hal. Seperti upah, pemutusan hubungan kerja, jaminan sosial, dan lain-lain, harus didasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi.

"Dua, berkenaan dengan sanksi pidana ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja, dikembalikan sesuai ketentuan UU ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, dengan proses yang dipertimbangkan secara seksama," ujar Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad di Hotel Mulia, Jakarta, Jumat (21/8).

Ketiga, berkenaan dengan hubungan ketenagakerjaan yang lebih adaptif terhadap perkembangan industri. Maka, pengaturannya dapat dimasukan ke dalam RUU Cipta Kerja dan terbuka terhadap masukan publik.

"Empat, fraksi-fraksi akan memasukan poin-poin materi substansi yang disampaikan serikat pekerja/serikat buruh kedalam daftar inventarisasi masalah (DIM) fraksi," ujar Dasco.

Usai menyampaikan empat kesepahaman tersebut, Dasco berharap poin-poin yang menjadi hasil dari tim perumus dapat diimplementasikan dalam RUU Cipta Kerja.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal mengapresiasi langkah DPR yang meangkomodasi aspirasi mereka perihal RUU Cipta Kerja. Ia berharap, panitia kerja Badan Legislasi (Baleg) DPR tetap membuka ruang dialog terkait isu yang berkembang nantinya.

"Bagaimana tadi poin nomor empat tadi, di mana fraksi-fraksi DPR RI akan memasukkan poin-poin substansi usulan daripada serikat pekerja dan buruh, itu adalah proses dialog yang sedang dikembangkan," ujar Said.

Meski begitu, Said tetap meminta agar klaster ketenagakerjaan di RUU tersebut agar dihapus.

"Sebaiknya klaster ketenagakerjaan dikeluarkan dari RUU Cipta Kerja, bila memungkinkan. Apabila mungkin 10 klaster yang lain ingin cepat-cepat disahkan," ujar Said di Hotel Mulia, Jakarta, Jumat (21/8).

Menurutnya, klaster ketenagakerjaan sebaiknya dibahas sendiri, di luar RUU Cipta Kerja. Baik lewat revisi undang-undang terkait atau pembuatan regulasi baru.

"Dengan segala hormat kami menyampaikan kepada DPR RI, agar DPR RI dapat menyampaikan kepada pemerintah dan pemerintah memahami," ujar Said.

Serikat pekerja dan buruh, kata Said, memahami tujuan utama dari RUU Cipta Kerja yang digagas Presiden Joko Widodo itu. Mereka setuju jika diperlukannya regulasi untuk mempermudah investasi dan membuka lapangan pekerjaan.

"Kita memahami, kami serikat pekerja dan buruh setuju agar investasi masuk secepatnya, izin dipermudah, hambatan investasi dihilangkan," ujar Said.

Wakil dari Fraksi PDIP Irmadi Lubis mengatakan, pihaknya tak keberatan dengan hasil rapat tim serikat buruh-DPR.

"InsyaAllah saya kira dari saya melihat dari (hasil) kesatu, dua, tiga, empat, dari Fraksi PDI Perjuangan tidak ada keberatan," ujar Irmadi di Hotel Mulia, Jakarta, Jumat (21/8).

Ia mengatakan, ada beberapa regulasi yang seharusnya tak diubah lewat RUU Cipta Kerja. Khususnya terkait upah, pemutusan hubungan kerja, jaminan sosial, dan lain-lain, yang harus didasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi.

"Karena memang sudah wajib mengikuti keputusan Mahkamah Konstitusi yang bersifat final and binding," ujar Irmadi.

Perihal empat hasil kesepahaman tim perumus, nantinya akan ia serahkan kepada Fraksi PDIP. Agar dapat dimasukkan ke dalam daftar inventarisasi masalah (DIM) fraksi.

"DIM itu kan bukan miliknya tim perumus, bukan DIM nya panja, tapi itu adalah DIM nya fraksi. Nanti akan segera kami sampaikan ke fraksi," ujar Irmadi.

Ketua Fraksi Partai Nasdem DPR Ahmad Ali mengatakan, pihaknya mendukung agar klaster ketenagakerjaan dikeluarkan dari RUU Cipta Kerja. Apalagi melihat klaster tersebut yang paling banyak menyebabkan kegaduhan di masyarakat.

"Sikap Nasdem yang sejak awal tegas minta keluarkan klaster ketenagakerjaan, kenapa? Karena ketika mulai omnibus law dikumandangkan pemerintah dan dimasukkan ke DPR ada banyak kegaduhan," ujar Ali di Hotel Mulia, Jakarta, Jumat (21/8).

Ia juga mengapresiasi pimpinan DPR dan Badan Legislasi (Baleg) yang mengakomodasi aspirasi serikat buruh. Menurutnya, buruh tetap harus tetap diberi perlindungan.

"Ketika kepentingan pekerja bisa diakomodir, Nasdem berdiri pada kepentingan buruh. Sehingga dengan kesepakatan hari ini fraksi Nasdem akan ikut bersama-sama untuk selesaikan klaster ketenagakergaan," ujar Ali.

Tetap gelar aksi

Pembentukan tim perumus oleh DPR RI dan perwakilan pekerja tidak menghentikan rencana aksi buruh untuk menggelar aksi menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja dan menolak PHK. Para buruh disebut akan tetap menggelar aksi pada 25 Agustus 2020 mendatang.

Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, KSPI akan menggelar aksi yang ditujukan untuk Kementerian Koordinator Perekonomian dan DPR RI.

"Kerja-kerja di tim bersama ini tidak membuat serikat buruh meniadakan aksi. Serikat buruh tetap melakukan aksi," kata Said Iqbal saat dikonfirmasi Republika dalam pesan singkatnya.

Aksi ini, kata Iqbal, harus dimaknai sebagai bentuk dukungan agar DPR menolak draft RUU Cita Kerja versi pemerintah. Aksi ini juga disebut Iqbal agar tim bersama DPR dan serikat pekerja menerima usulan buruh dalam kinerjanya.

KSPI sendiri akan mengerahkan puluhan ribu massa buruh di DPR dan Kantor Kemenko Perekonomian pada tanggal 25 Agustus. Aksi serupa, juga serentak akan dilakukan di 20 provinsi dengan dua isu utama, yaitu tolak omnibus law dan stop PHK.

"KSPI mendukung kebijakan Presiden Jokowi untuk mempermudah keberadaan investasi. Tapi secara bersamaan, harus ada perlindungan bagi kaum buruh," ujar Said Iqbal menegaskan.

photo
omnibus law ciptaker - (istimewa)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement