Selasa 11 Aug 2020 15:57 WIB

Penjelasan Ahli UGM Soal Awan Tsunami Aceh

Awan hitam merupakan penanda akan adanya cuaca buruk.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Teguh Firmansyah
Awan hitam di langit Aceh (ilustrasi).
Foto: Antara/Rahmad
Awan hitam di langit Aceh (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,  SLEMAN -- Pakar Iklim UGM, Dr Emilya Nurjani mengatakan, awan berbentuk tsunami yang terlihat di Meulaboh, Aceh Barat, merupakan awan arcus. Kemunculan awan ini tidak terkait gempa atau tsunami, tapi menjadi penanda akan adanya cuaca buruk.

"Awan di Meulaboh kemarin pagi merupakan awan arcus, awan vertikal yang bisa tumbuh sangat besar. Awan ini sendiri tidak berbahaya, tapi merupakan penanda  atau akan adanya cuaca buruk yang akan datang," kata Emilya, Selasa (11/8).

Baca Juga

Dosen Fakultas Geografi UGM ini menuturkan, fenomena awan arcus merupakan suatu hal lazim, tapi jarang terjadi atau langka. Meski awan arcus tidak berbahaya, ada potensi menimbulkan hujan deras disertai petir atau kilat dan angin kencang.

Ia menegaskan, awan arcus tidak ada kaitannya dengan potensi gempa atau tsunami. Kemunculan awan arcus ini berhubungan kondisi dinamika di atmosfer, terbentuknya awan ini dicirikan oleh terjadinya arus naik dan turun yang kuat di dalam awan.

Awan terbentuk saat aliran udara dingin turun dari awan mencapai tanah. Udara dingin yang dibawa ke tanah melalui airan angin bawah menyebar secara horizontal depan sistem awan, udara dingin lebih berat menyebar cepat di permukaan tanah.

"Dan, mendorong udara lembab yang lebih hangat ke atmosfer. Saat udara hangat naik dan mendingin, terjadi kondensasi, yang mengarah kepada pembentukan awan arcus dengan bentuk dan karakteristiknya yang unik," ujar Emilya.

Mengingat potensi cuaca buruk, Emilya meminta masyarakat tingkatkan kewaspadaan atas dampak yang mungkin terjadi akibat hujan lebat, angin kencang dan sambaran petir. Kondisi itu tingkatkan resiko pohon tumbang dan rumah rubuh.

Untuk itu, ia mengimbau masyarakat melakukan pemeliharaan kepada pohon-pohon, terutama yang rimbun dan tinggi dengan pemangkasan secara rutin. Dengan begitu, diharapkan dapat meminimalisir risiko bencana hujan lebat dan angin kencang. 

"Saat cuaca buruk sebaiknya segera berlindung dan kurangi penggunaan alat-alat listrik. Sementara, untuk nelayan sebaiknya tidak usah melaut dulu," kata Emilya.

Pemeliharaan pohon di area publik perlu digiatkan pemerintah, terutama memasuki musim penghujan. Selain itu, lakukan pengerukan sungai yang alami pendangkalan agar dapat menampung debit air besar jika terjadi hujan dengan intensitas tinggi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement