Kamis 06 Aug 2020 17:29 WIB

Rencana Demo Besar Buruh Saat Pidato Kenegaraan Jokowi

Sejumlah serikat buruh merencanakan demo besar tolak RUU Cipta Kerja pada 14 Agustus.

Sejumlah buruh melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (29/7/). Gabungan serikat buruh berencana kembali menggelar demo besar di depan Gedung DPR saat pidato kenegaraan Presiden Jokowi pada 14 Agustus nanti. (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Sigid Kurniawan
Sejumlah buruh melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (29/7/). Gabungan serikat buruh berencana kembali menggelar demo besar di depan Gedung DPR saat pidato kenegaraan Presiden Jokowi pada 14 Agustus nanti. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Arif Satrio Nugroho, Febrianto Adi Saputro

Sejumlah serikat buruh yang tergabung dalam Gerakan Buruh bersama Rakyat (Gebrak) bakal kembali melakukan aksi unjuk rasa mendesak DPR dan pemerintah menghentikan pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Demo rencananya akan digelar tepat saat pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terjadwal di hadapan parlemen pada Jumat, 14 Agustus 2020 menandai dimulainya masa sidang ke-V tahun sidang 2020.

Baca Juga

Koordinator Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos yang juga tergabung dalam Gebrak mengatakan, demo ini bukan hanya dilakukan di Ibu Kota. "Konfederasi di berbagai kota akan mendorong unjuk rasa serikat buruh di daerah daerah," kata Nining dalam konferensi pers yang digelar secara daring, Kamis (6/8).

Untuk mendesak agar tuntutan tersebut dapat dipenuhi, Gebrak mengklaim sekitar 100 ribu orang Gebrak akan menggelar aksi serentak menuntut DPR dan Presiden Jokowi membatalkan Omnibus Law. Selain di Jakarta, aksi serentak pada 14 Agustus 2020 itu akan dilakukan di antaranya di Yogyakarta, Semarang, jawa timur, Makasar, Riau, Medan, Bandung, Lampung, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Timur.

Gebrak menilai DPR sudah ingkar janji. Dalam pertemuan audiensi perwakilan massa aksi GEBRAK pada 16 Juli 2020 dengan Wakil Ketua DPR RI dan Ketua Badan Legislasi (Baleg) di Gedung Nusantara III DPR menyatakan untuk tidak akan ada sidang dan rapat-rapat pembahasan Omnibus Law sepanjang masa reses. Faktanya, Panitia Kerja (Panja) RUU Cipta Kerja tetap melangsungkan rapat-rapat pembahasan selama masa rehat sidang atau reses.

Gebrak pun merasa DPR tidak menunjukan keberpihakan pada rakyat dengan itikad untuk segera mengesahkan Omnibus Law. Pasalnya, Omnibus Law tersebut bertentangan dengan prinsip dasar konstitusi negara bahkan banyak memuat pasal-pasal yang merugikan berbagai kalangan rakyat, mulai petani, buruh, hingga nelayan.

Bagi kaum petani, Omnibus Law akan membuat peran pemerintah tak ubahnya makelar tanah yang menjamin ketersediaan tanah bagi investor dengan mengorbankan fungsi sosial tanah bagi rakyat. Penggusuran dan konflik agraria akan semakin marak terjadi akibat kemudahan perampasan tanah dengan dalih penciptaan lapangan kerja, terancamnya kedaulatan pangan karna alih fungsi tanah-tanah pertanian yang semakin masif untuk kepentingan investasi dan bisnis.

"Bagi buruh, Omnibus Law RUU Cipta Kerja malahan akan menambah pengangguran dan memperburuk kondisi kerja dengan memudahkan PHK dan melanggengkan sistem kerja kontrak, magang dan alih daya," papar Gebrak.

Gebrak juga mendesak pemerintah selaku pengusul Omnibus Law RUU Cipta Kerja untuk segera mencabut surat preseden sebagai instruksi pembahasan. Terlebih,  pembahasan yang tengah dilakukan adalah cacat prosedural dan supresnya tengah digugat oleh rakyat.

Selain itu, kelompok buruh patut menduga hanya digunakan sebagai pemberi stempel untuk membenarkan pengesahan Omnibus Law. Belakangan, tim tripartrit bentukan pemerintah yang melibatakn serikat-serikat buruh dalam pembahasan klaster ketenagakerjaan beberapa diantaranya menyatakan keluar dari tim pembahasan.

Sebelumnya, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) juga menyesalkan sikap Panja Baleg Omnibus Law RUU Cipta Kerja DPR yang terkesan melakukan rapat secara diam-diam dan dadakan. Hal tersebut dianggap telah melanggar undang-undang keterbukaan informasi yang menjadi hak publik.

"Mereka (DPR), patut diduga, seperti sedang mengejar setoran dan ketakutan menghadapi rakyat dan kaum buruh yang sudah banyak menyampaikan penolakan,” ujar Said Ahad (1/8) lalu.

KSPI menuntut agar pimpinan DPR RI dan pimpinan Baleg mengumumkan setiap rapat pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja secara terbuka ke publik. KSPI meminta agar jadwal sidang secara keseluruhan pembahasan omnibus law diumumkan terbuka kepada publik dari mulai awal hingga akhir pembahasan RUU tersebut. Baik untuk rapat atau sidang yang sifatnya tertutup maupun terbuka.

"Tuntutan ini sesuai dengan prinsip dalam UU tentang keterbukaan informasi untuk publik. Bilamana pimpinan DPR dan Panja Baleg Omnibus Law RUU Cipta Kerja tidak mengumumkan secara terbuka jadwa-jadwal rapat atau sidang pembahasan RUU tersebut, KSPI segera akan mengajukan gugatan ke pengadilan terhadap pimpinan DPR dan Panja Baleg,” tegas Said.

Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas menepis tudingan bahwa Baleg DPR RI membahas RUU Cipta Kerja secara diam-diam. Supratman mengatakan Baleg selalu menggelar rapat pembahasan RUU Ciptaker secara terbuka.

"Siapa bilang diam-diam? Pernah enggak? Kita siarin langsung kok. Teman-teman boleh datang bahkan langsung oleh TV Parlemen boleh diakses siapapun," kata Supratman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (3/8).

Politikus Partai Gerindra itu mengatakan baru kali ini ada rapat panitia kerja (panja) pembahasan undang-undang yang dilakukan seterbuka itu. Ia menambahkan, rapat panja biasanya selalu digelar tertutup.

"Baru kali ini ada undang-undang yang kita bahas sebegitu terbukanya sampai kita live sampai disiarkan di akses seluruh publik," ujarnya.

Namun demikian dirinya menegaskan bahwa pembahasan RUU Ciptaker saat ini masih masih seputar redaksional daftar inventarisasi masalah (DIM). Supratman memastikan pembahasan RUU Ciptaker belum masuk pada subtansi apalagi klaster ketenagakerjaan.

"Kalau kita lihat dari 7.000 lebih DIM, yang bisa kita selesaikan itu hanya yang bersifat tetap itu ada 3.000 sekian DIM, yang redaksional itu ada sekitar 2.000 DIM, artinya ada 2.000 dim yang subtansial. Bisa dibayangkan yang substansial, sudah berapa lama kami kerja ini baru menyelesaikan yang bersifat tetap dan redaksional, bagaimana kalau yang subtansialnya, pasti lebih ramai. Lebih lama dan lebih ramai," jelasnya.

Dirinya juga mempersilakan jika para buruh berencana  akan menggelar aksi besar pada 14 Agustus 2020 mendatang. Namun ia memastikan bahwa sampai saat ini belum ada pembahasan seputar klaster ketenagakerjaan.

DPR juga memastikan, RUU Cipta Kerja tidak akan bisa rampung dibahas seperti harapan Jokowi, yakni sebelum 17 Agustus tahun ini. Saat ini, pembahasan Omnibus Law ada di tahap pembahasan DIM.

"Belum, masih jauh," kata Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI Willy Aditya saat dihubungi, Kamis (6/8).

Willy mengatakan, DIM yang telah disepakati baru DIM yang bersifat tetap. Sedangkan, masih ada dua ribuan DIM yang masih bersifat perubahan. Saat ini pembahasan DIM pun masih terus berjalan dari pekan ke pekan.

"Masih Bab III, memang paling besar porsinya Bab III, belum lagi Bab VIII, Bab IX, Bab X, Bab IV," kata Willy.

Politikus Nasdem ini menegaskan, DPR RI tak pernah menetapkan target. Ia mengklaim, DPR terbuka dalam hal waktu dalam memvahas Omnibus Law RUU Cipta Kerja ini.

Tidak hanya terbuka untuk soal waktu, Willy mengklaim, DPR juga membuka pembahasan untuk publik. Sehingga, publik mengikuti dinamika perdebatannya.

"Artinya pemerintah, sah saja membuat target itu tapi dinamika politiknya kan dibahas bersama. ini kan tripartit ada Pemerintah, DPR dan DPD RI," kata Willy menegaskan.

photo
Usulan Ubah Nama RUU Cipta Kerja - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement