Rabu 29 Jul 2020 15:46 WIB

Pilkada Lawan Kotak Kosong Berpeluang Lebih Banyak

Pilkada kotak kosong meningkat karena partai politik lebih pragmatis ingin menang

Rep: Mimi Kartika/ Red: Esthi Maharani
Kontroversi Pilkada di tengah pandemi Covid-19.
Foto: Berbagai sumber/Republika
Kontroversi Pilkada di tengah pandemi Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti dari lembaga Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif, M Ihsan Maulana mengatakan, peluang calon tunggal sangat besar terjadi dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020. Dengan demikian, lawan kotak kosong akan cukup banyak saat pilkada digelar di tengah pandemi Covid-19 ini.

"Jika kotak kosong terjadi di pandemi, peluangnya sangat besar, peluang calon tunggal sangat besar maju. Artinya lawan kotak kosong akan cukup banyak," ujar Ihsan kepada Republika, Rabu (29/7).

Menurut dia, potensi calon tunggal melawan kotak kosong meningkat karena partai politik lebih pragmatis ingin menang. Partai di tingkat daerah hanya mengincar kemenangan, sehingga borongan dukungan partai sangat makmur terjadi, di tambah dominasi pejawat dan partainya sangat besar. Ihsan mengatakan, perlu ada skema pembatasan maksimal dukungan partai yang bisa diterima calon kepala daerah.

Kemudian, Ihsan menilai, verifikasi faktual dukungan calon perseorangan yang tidak optimal karena dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19 menjadi faktor terjadinya calon tunggal. Sebab, calon kepala daerah dari jalur independen berpotensi gugur saat verifikasi dukungan.

Di sisi lain, lanjut Ihsan, peran penyelenggara pemilu pun tidak cukup sentral mengantisipasi atau mencegah adanya calon tunggal. Sebab, terdapat regulasi yang membuka ruang adanya calon tunggal dan kehendak elite partai yang menyebabkan terjadinya calon tunggal.

Kode Inisiatif masih memantau potensi calon tunggal di Pilkada 2020, mulai dari proses verifikasi dukungan calon perseorangan. Menurut Ihsan, di beberapa daerah seperti Solo, Kediri, Serang, dan Banyuwangi berpotensi kuat terjadi calon tunggal.

Ia menuturkan, calon tunggal melawan kotak kosong merugikan publik, karena pemilih tidak diberikan pilihan beberapa calon kepala daerah. Ruang pelanggaran pilkada diprediksi akan mudah masuk.

"Padahal di tengah kondisi Covid-19 seperti ini, jika calon tunggal, publik tidak bisa melihat dan menilai strategi atau program apa yang ditawarkan oleh para calon menangani pandemik ini," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement