REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Informasi tentang pandemi covid-19 sudah diketahui dan disadari oleh publik hingga ke pelosok daerah. Tanggap darurat pemerintah, bantuan tunai dan bantuan sosial selama lima bulan terakhir mendapatkan apresiasi positif oleh masyarakat.
Meski demikian, publik ingin segera bisa kembali bekerja untuk melanjutkan hidup mereka.
Hal itu terungkap dari hasil survei nasional Cyrus Network, yang dipaparkan lewat diskusi virtual, Senin (27/7). Survei ini dilaksanakan oleh Cyrus Network pada tanggal 16-20 Juli 2020. Cyrus Network juga melibatkan Guru Besar IPB, Prof. Dr Khairil Notodiputro dan Pengamat Kebijakan Publik Untirta, Riswanda Ph.D sebagai tim ahli.
Bisa dikatakan ini adalah survei tatap muka pertama yang digelar secara nasional setelah Indonesia terkena pandemi Covid 19. Survei ini mencuplik responden sebanyak 1230 orang yang tersebar secara proporsional di 34 provinsi. Margin of error survei ini adalah sebesar +/- 2,85 persen.
CEO Cyrus Network, Eko Dafid Afianto memaparkan, sebanyak 98,8 persen publik tahu, sadar dengan keberadaan covid-19 yang mengancam kehidupan mereka. Begitu juga dengan sosialisasi protokol kesehatan oleh pemerintah sudah menyebar dengan sangat luas. Sebanyak 79,8 persen responden mengaku melihat, mendengar, dan membaca sosialisasi soal protokol covid-19 di daerah mereka.
Meski demikian, dari sisi penegakan aturan memang belum merata. Pemberlakuan protokol covid-19 sesuai arahan pemerintah diaplikasikan di lingkungan masyarakat dengan cara yang berbeda-beda. 60,7 persen responden mengaku warga lingkungan tempat tinggal mereka melaksanakan protokol covid-19 dengan disiplin sesuai keputusan pemerintah. Namun sekitar 29 persen responden merasa hanya sebagian yang menjalankan protokol covid dengan disiplin, sementara sisanya tidak.
"Hanya 9 persen responden yang mengaku kebiasaan hidup mereka hari ini tidak berbeda sama sekali dengan masa sebelum pandemi, tanpa protokol kesehatan sama sekali, " ujar Eko
Menurut pengakuan 53 persen responden, di lingkungan tempat tinggal mereka tersedia sarana cuci tangan buat umum. Dengan jumlah yang hampir sama (50 persen), bahkan mengaku di lingkungan mereka tersedia kelengkapan dasar perlindungan diri seperti masker dan hand sanitizer. Namun soal kegiatan pemantauan/pengecekan keadaan secara berkala oleh perangkat lingkungan hanya dirasakan oleh 15,8 persen responden saja.
Bantuan-bantuan yang diberikan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah diketahui oleh 80 persen responden. Bentuk bantuan sosial yang responden ketahui paling banyak adalah bantuan tunai 78, 6% dan bantuan sembako 67 persen.
Dalam hal ini kemampuan pemerintah dalam mengorganisasikan pembagian bantuan tunai maupun sembako sudah cukup baik. Meski demikian, 65,8 persen responden merasa bantuan-bantuan tersebut tidak bisa mencukupi kehidupan harian mereka selama pemberlakuan PSBB.
Menurut Eko Dafid, ada catatan menarik selama pemberlakuan PSBB. Selama PSBB berlangsung tidak banyak aktifitas yang bisa dilakukan masyarakat. Hanya 48,4 persen yang bisa memanfaatkan waktu di rumah untuk bekerja atau belajar secara online. Sisanya hanya sekadar menghabiskan waktu bersama keluarga, melakukan silaturahmi online, atau belanja online. " Mungkin itu pula sebabnya, 74,6 persen responden ingin segera kembali bekerja seperti semula untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, " ujar Eko Dafid.