REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indikator Politik Indonesia merilis hasil survei terkait kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19. Dalam hasil survei tersebut menyebut kepercayaan publik terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengalami penurunan.
Menurut Indikator, tingkat kepercayaan publik terhadap KPK pada bulan Juli 2020 berada di angka 74,7 persen. Angka tersebut menempatkan KPK di bawah TNI (88 persen), Presiden (79,1 persen), dan Polri (75,3 persen) dalam hal kepercayaan publik.
Menanggapi kemerosotan tersebut, Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkapkan dua penyebabnya. Pertama yakni Ketua KPK Firli Bahuri dan yang kedua Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2020 yang menggantikan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002.
"Kemerosotan citra KPK di tengah masyarakat tidak bisa dilepaskan dari dua faktor: kepemimpinan Komjen Firli Bahuri dan dampak revisi UU KPK," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Rabu (22/7).
"Hal ini semakin menegaskan bahwa kehadiran Komjen Firli Bahuri menjadi Ketua KPK memang tidak untuk menaikkan citra kelembagaan. Akan tetapi untuk menurunkan kepercayaan publik terhadap KPK. Sederhananya, KPK era yang bersangkutan lebih banyak menghadirkan kontroversi daripada prestasi," ujarnya.
UU KPK baru, lanjut Kurnia, juga dipastikan akan melumpuhkan kinerja lembaga antirasuah. Hal tersebut karena segala kewenangan KPK, menurutnya, dipereteli dalam regulasi tersebut. Akibatnya, KPK tidak lagi dapat bekerja maksimal karena keberlakuan UU 19/2019.
"Untuk itu, kombinasi antara kepemimpinan Komjen Firli Bahuri dan UU KPK baru memang disiapkan untuk meruntuhkan kelembagaan KPK," ujar Kurnia.