REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Kepolisian Air dan Udara (Ditpolair) Polda Metro Jaya menangkap empat orang diduga perompak nelayan di perairan Jakarta. Mereka beroperasi selama dua tahun terakhir dengan perkiraan kerugian hingga Rp 10 miliar.
"Ini keberhasilan Ditpolair mengungkap kasus pencurian dengan kekerasan atau perompak. Mereka ini perompak di laut yang banyak meresahkan saudara-saudara kita para nelayan," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus dalam konferensi pers di Mako Ditpolairud Polda Metro Jaya, Jakarta Utara, Senin (20/7).
Penyidik Polairud kemudian memeriksa keempat tersangka dan diperoleh pengakuan awal bahwa kelompok ini sudah beraksi selama dua tahun terakhir. "Dari kurun waktu dua tahun, mereka melakukan hampir setiap minggu sekali bahkan ada yang dua kali melakukan.Sasarannya adalah para nelayan," kata Yusri.
Kepolisian memperkirakan nilai kerugian yang disebabkan oleh para tersangka ini jika dijumlahkan mencapai miliaran rupiah. "Kerugian yang disebabkan kepada para nelayan sekitar hampir kurang lebih Rp10 miliar kalau kita hitung semuanya," ujarnya.
Komplotan ini beraksi dengan mengincar kapal yang baru selesai melaut dan ingin kembali ke darat. Setelah menemukan sasarannya, komplotan ini kemudian mencegat kapal itu mulai melancarkan aksinya.
"Modus operandinya memberhentikan kapal nelayan dan diambil hasil tangkapannya dan uang. Diancam dengan senjata api dan senjata tajam yang ada," tambahnya.
Yusri mengatakan kelompok ini tidak hanya menjarah ikan hasil tangkapan serta uang hasil penjualan. Bahkan, kelompok ini mengambil paksa bahan bakar yang ada di kapal incarannya.
"Jadi bukan hanya ikan dan uang saja, bahkan BBM (bahan bakar minyak) nelayan pun dijarah mereka," kata Yusri.
Barang bukti kejahatan yang berhasil diamankan antara lain ikan hasil jarahan, uang tunai, senjata rakitan, airsoft gun, senjata tajam jenis kapak, badik dan parang serta beberapa jeriken berisi BBMhasil jarahan. Atas perbuatanya, para tersangka dikenakan Pasal 365, 368 dan UU Darurat nomor 12 tahun 2001 dan UU 45 tahun 2009 dengan ancaman hukuman di atas lima tahun penjara.