REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu mengingatkan persoalan politisasi bantuan sosial pada pemilu sesungguhnya berkaitan erat atau berkelindan dengan permasalahan netralitas aparatur sipil negara. Dua persoalan itu bisa berkaitan juga dengan politik uang.
Anggota Badan Pengawas Pemilu RI Mochammad Afifuddin di Jakarta, Senin (20/7), menyebutkan hal tersebut tentunya perlu dicegah secara bersama-sama. Menurut dia, pejawat atau orang yang memiliki posisi tinggi di satu pemerintahan dan dapat mengendalikan struktur di jajaran ASN menjadi penyebab tiga persoalan kecurangan pemilu.
Bahkan, mungkin terjadi pada Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2020. "Ini berkelindan, kalau dia tertinggi atau tertinggi di satu kedinasan, anak buahnya itu yang diperintah untuk melakukan apa yang disebut sebagai mobilisasi memberikan bantuan, membagi bansos, dan seterusnya, baru politik uang," katanya.
Bahkan, menurut Afifuddin, persoalan bansos itu sebenarnya telah ditemukan di 11 daerah pada masa jeda Pilkada 2020, seperti temuan di Bengkulu, Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Lampung, Batam, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Gorontalo, dan Papua.
"Di beberapa kabupaten terjadi aduan ke DKPP terkait dengan apa yang dilakukan jajaran kami. Ketika menindak, jajaran kami dianggap melakukan melampaui kewenangan, dianggap tidak profesional dan etik," katanya.
Berkaca dari celah potensi kecurangan pemilu pada masa jeda pilkada 3 bulan lalu, dia memandang perlu pengawasan menjadi perhatian bersama terhadap potensi kecurangan pilkada hingga sampai pesta demokrasi daerah itu selesai pada bulan Desember 2020.
Ketua Bawaslu Abhan mengatakan bahwa pihaknya akan berupaya secara optimal melakukan tindakan preventif agar tidak terjadi pelanggaran pilkada. Berbagai upaya pencegahan terhadap potensi politik uang, ujaran kebencian, dan bentuk pelanggaran pilkada lainnya akan ditekan semaksimal mungkin.
Kendati demikian, kata dia, memerlukan keterlibatan dan komitmen pihak-pihak terkait dan juga masyarakat. "Kami lakukan dengan berbagai upaya pencegahan bersama stakeholder dan masyarakat, tentu membutuhkan komitmen bersama," katanya menegaskan.
Namun, lanjut dia, manakala memang upaya pencegahan sudah secara maksimal tetapi masih ada pelanggaran, mau tidak mau penegakan aturan hukum. "Maka, adanya Sentra Gakkumdu," katanya.