Jumat 17 Jul 2020 18:53 WIB

Izin RDP Djoko Tjandra Tertahan di Meja Azis Syamsuddin

Komisi III mengklaim izin RDP sudah disetujui Ketua DPR Puan Maharani.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Ilham Tirta
Ketua Komisi III DPR Herman Herry.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ketua Komisi III DPR Herman Herry.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi III DPR belum mendapat kepastian soal rencana rapat gabungan dengan aparat penegak hukum, yakni Kabareskrim Polri, Jampidum Kejaksaan Agung, dan Dirjen Imigrasi Kemenkumham terkait kasus buronan Djoko Tjandra. Surat izin rapat gabungan yang diajukan Komisi III masih tertahan di meja Wakil Ketua DPR Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Azis Syamsuddin.

Ketua Komisi III DPR, Herman Herry mengatakan, surat izin untuk menggelar rapat dengar pendapat (RDP) pengawasan terhadap mitra kerja itu telah dikirim ke pimpinan DPR sejak Rabu (15/7). Izin itu dibutuhkan karena RDP akan digelar saat masa reses. Surat izin dilayangkan setelah Komisi III DPR menerima dokumen berupa surat jalan buronan Djoko Tjandra dari Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Selasa (14/7).

"Tentunya kami menganggap kasus ini bersifat super urgent sehingga berdasarkan mekanisme Tatib (tata tertib) DPR, kami harus meminta izin kepada pimpinan DPR," kata Herman, ketika dikonfirmasi wartawan, Jakarta, Jumat (17/7).

Sayangnya, kata Herman, hingga saat ini surat tersebut tidak ditandatangani oleh Azis Syamsuddin sebagai Wakil Ketua DPR bidang Korpolkam. Sementara, Ketua DPR Puan Maharani telah mengizinkan dan menyetujui rencana RDP yang rencananya digelar Selasa (21/7) tersebut.

“Sebagai informasi, Ketua DPR telah mengizinkan dan menyetujui rencana RDP tersebut pada masa reses hari Selasa depan. Maka dari itu, Ketua DPR mendisposisi izin tersebut kepada Wakil Pimpinan DPR bidang Korpolkam,” kata Herman.

Berdasarkan informasi terakhir dari sekretariat, kata Herman, surat tersebut tidak ditandatangai Azis Syamsuddin dengan alasan ada putusan badan musyawarah. Putusan itu diklaim melarang RDP Pengawasan oleh komisi pada masa reses.

"Sampai saat ini saya juga masih menunggu untuk melihat salinan putusan bamus tersebut," kata Herman.

Berdasarkan Pasal 310 Tatib DPR, segala surat keluar/surat undangan rapat harus ditandatangani oleh salah seorang pimpinan DPR atau Sekjen DPR atas nama pimpinan DPR. “Jadi pimpinan DPR membagi tanda tangan sesuai dengan bidang kerja masing-masing," terang Herman.

Politikus PDI Perjuangan itu menegaskan, Komisi III DPR tetap berkomitmen terus mengawasi aparat penegak hukum dalam penuntasan kasus buronan Djoko Tjandra. Ia memastikan, Komisi III tidak akan menunda-nunda pelaksanaan RDP tersebut.

"Sejak awal kami di Komisi III selalu berkomitmen mendukung kerja-kerja aparat penegak hukum yang profesional dan berintegritas. Maka dari itu, sejak awal Komisi III selalu concern terhadap kasus Joko Tjandra ini. Jadi sebaiknya teman-teman bisa bertanya ke Wakil Pimpinan DPR bidang Korpolkam terkait kepastian RDP ini," kata Herman menambahkan.

Hingga berita ini ditulis, Republika.co.id masih mencoba mengonfirmasi ke Azis Syamsuddin soal surat izin tersebut. Namun, belum mendapatkan respons.

Pada Kamis (16/7), Komisi III menyatakan akan segera memanggil institusi hukum terkait dikeluarkannya sebuah surat jalan buron kasus hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra. Tiga institusi yang bakal dipanggil adalah Polri, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Hukum dan HAM.

Surat jalan itu mulai terungkap pada awal pekan ini. Buntutnya, Karo Korwas Bareskrim Polri, Brigjen Prasetyo Utomo dicopot dari jabatannya. Ia terbukti mengeluarkan surat jalan Djoko. Sementara, saat ini Propam Polri masih memeriksa Brigjen Nugroho Wibowo terkait penghapusan red notice atau status buron Interpol Djoko Tjandra.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement