REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah memangkas anggaran sebesar Rp 5 triliun untuk membantu penanganan Covid-19. Anggaran tersebut dipotong dari APBN 2020 yang diterima Kemendikbud dari sebelumnya Rp 75,70 triliun menjadi Rp 70,72 triliun.
Mendikbud Nadiem Makarim mengatakan anggaran sebesar Rp 5 triliun diambil dari perjalanan dinas di lingkungan kementeriannya serta pelatihan-pelatihan secara tatap muka yang biasa dilakukan Kemendikbud. Hal itu sejalan dengan langkah pemerintah untuk mempercepat penanganan Covid-19 di Tanah Air.
"Penghematan Rp 5 triliun jadi bukan penerima dana covid tapi penyumbang untuk kebutuhan kesehatan," ujarnya saat Ruang Rapat Banggar DPR, Rabu (15/7).
Pada hari ini Badan Anggaran menggelar rapat kerja dengan pemerintah untuk membahas laporan APBN semester satu 2020. Banggar pun menyoroti kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang akan mempermanenkan kegiatan belajar secara jarak jauh.
Ketua Banggar DPR Said Abdullah menambahkan kebijakan itu sangat tidak efektif, apalagi bagi daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T). "Apakah ke depan pola sama dengan cara school from home?" tanya Said.
Menurutnya pola-pola pembelajaran seperti ini sangat membutuhkan dukungan teknologi dan listrik. Sedangkan tidak semua daerah memiliki jangkauan teknologi seperti internet dan aliran listrik yang terjangkau.
"Pak Nadiem masih 17 persen tidak teraliri listrik daerah. Contoh nyata Sumenep di Madura, 287 desa, 34 desa tidak ada listrik," ucapnya.
Dengan berbagai kondisi tersebut, Said meminta Nadiem agar mempertimbangkan kebijakan tersebut kembali. Apalagi di tengah kondisi seperti ini banyak masyarakat yang kesulitan.
"Kemudian kebijakan apa yang akan diambil oleh Menteri pendidikan Nasional Pak Nadiem yang ganteng, muda, smart, mari tunjukan sekarang. Sebab orang itu diuji ketika wabah pandemi seperti ini," ucapnya.
Pernyataan tersebut, langsung ditanggapi oleh Nadiem. Menurutnya konsep pembelajaran jarak jauh bukan menjadi kebijakan yang diinginkan pihaknya. Konsep tersebut hanya dilakukan sementara waktu sampai kondisi betul-betul aman untuk kembali ke sekolah.
"Pertama prinsip dasarnya sedikit ada mis persepsi masyarakat seolah pembelajaran jarak jauh jadi apa yang kita inginkan. Ini bukan yang kita inginkan. Kita ingin kembali ke sekolah secepat mungkin," kata dia.
Nadiem menyadari kebijakan pembelajaran jarak jauh bukan salah satu yang efektif jika dilakukan secara permanen. "Saya setuju dengan semua masukan semua kesulitan pembelajaran jarak jauh. Kita tidak akan lakukan, tapi karena kondisi seperti ini paling aman untuk mengembalikan anak dengan protokol kesehatan yang baik," jelasnya.
Adapun terkait dengan pembangunan infrastruktur mengenai internet dan kelistrikan di daerah 3T, pihaknya bersama dengan kementerian lembaga akan terus berkoodinasi. "Kami akan pastikan bahwa ke depan dengan koordinasi dengan KL akhirnya infrastruktur internet dan listrik menjadi prioritas selama 3-4 tahun ke depan," ucapnya.