Jumat 10 Jul 2020 17:52 WIB

Pesantren di Zona Merah Sebaiknya Tidak Belajar Tatap Muka

Lembaga pendidikan berasrama harus menerapkan protokol kesehatan secara ketat

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Hiru Muhammad
Sejumlah santri mengikuti tes kesehatan oleh tim gugus tugas COVID-19 di Pondok Pesantren MTs MA NU Assalam Tanjungkarang, Jati, Kudus, Jawa Tengah, Kamis (9/7/2020). Sebanyak 760 santri yang datang dari berbagai daerah mengikuti protokol kesehatan seperti cek suhu tubuh, edukasi tentang kesehatan hingga pemberian vitamin dan obat sebelum dimulai proses belajar dimasa normal baru guna mencegah penularan wabah COVID-19.
Foto: Antara/Yusuf Nugroho
Sejumlah santri mengikuti tes kesehatan oleh tim gugus tugas COVID-19 di Pondok Pesantren MTs MA NU Assalam Tanjungkarang, Jati, Kudus, Jawa Tengah, Kamis (9/7/2020). Sebanyak 760 santri yang datang dari berbagai daerah mengikuti protokol kesehatan seperti cek suhu tubuh, edukasi tentang kesehatan hingga pemberian vitamin dan obat sebelum dimulai proses belajar dimasa normal baru guna mencegah penularan wabah COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily memberi tanggapan soal santri Pondok Pesantren Gontor yang positif Covid-19. Dia menyarankan agar pesantren yang berada di zona merah untuk meniadakan pembelajaran tatap muka. "Sebaiknya pesantren di zona merah proses pembelajarannya dilakukan secara daring. Pemerintah agar membantu proses pembelajaran secara daring kepada pesantren-pesantren tersebut," katanya, Jumat (10/7).

Ace mengatakan, sejak awal dia selalu menyampaikan bahwa pada lembaga-lembaga pendidikan yang berasrama, proses pendidikannya harus betul-betul menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Di lingkungan pendidikan berasrama, jika ada satu saja yang teridentifikasi positif Covid-19, maka persebarannnya akan mudah dengan cepat terjadi.

"Mereka yang tinggal di asrama kan hidup 24 jam dalam kebersamaan, belajar, makan, berinteraksi, kamar tidur yang diisi dalam jumlah yang banyak, jumlah kamar mandi yang terbatas dan lain-lain. Sulit terhindarkan untuk berinteraksi secara intens dalam lembaga pendidikan yang berasrama," ucap dia.

Untuk itu, menurut Ace, jika lembaga pendidikan berasrama di daerah yang merupakan zona merah, sebaiknya ditiadakan dulu belajar tatap muka dan pembelajaran bisa dilakukan secara daring. Kalaupun di daerah yang berada di zona hijau, pengelola pesantren harus tegas melakukan pemeriksaan terhadap santri yang berasal dari zona merah."Surat keterangan sehat dan dibuktikan dengan tes PCR Swab dari otoritas kesehatan yang dapat dipertanggungjawabkan harus menjadi syarat utama," tuturnya.

Dalam kasus Secapa AD di Bandung, lanjut Ace, sebetulnya sebagian besar mereka tanpa gejala dan indikasi Covid-19. Sebab pada umumnya mereka adalah anak-anak muda yang daya tahan tubuh dan imunitasnya terjaga. Namun, jika mereka berinteraksi dengan para instruktur yang berusia di atas 45 tahun dan memiliki penyakit bawaan, tentu berpotensi membahayakan pada keselamatan jiwa."Itu juga bisa jadi Pesantren. Karena itu sebaiknya, di daerah zona merah proses pembelajaran dengan daring dan santri yang berasal dari zona merah, dilakukan protokol covid-19 yang ketat dengan pemeriksaan PCR Swab," katanya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement