Rabu 08 Jul 2020 00:05 WIB

Emil: Kasus Etty Toyib Pelajaran untuk Pekerja Migran

Pada 2001, Etty didakwa menjadi penyebab meninggalnya sang majikan, Faisal al-Ghamdi.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Agus Yulianto
Gubernur Jabar Ridwan Kamil
Foto: Humas Pemprov Jabar
Gubernur Jabar Ridwan Kamil

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Gubernur Jabar Ridwan Kamil menyambut baik adanya laporan dari Dubes Arab Saudi, bahwa pekerja migran Indonesia (PMI) asal Jabar, bebas dari hukuman mati. PMI Etty Toyib ini bisa bebas Karena pemerintah membayar denda.

"(Etty, red) itu sudah ada di Tanah Air. Saya sudah tugaskan Disnaker menjemput dan memfasilitasi kepulangan Etty Toyib ini. Saya ucapkan terima kasih juga karena beliau adalah warga Jabar. Ini menjadi pelajaran buat sesama pekerja migran untuk sama-sama hati-hati, taat hukum dan juga mendapatkan perlindungan dari kita," ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil kepada wartawan, Selasa (7/7).

Emil mengatakan, itu dendanya hampir di atas Rp 15 miliar. Sekitar 80 persennya urunan dari dermawan melalui lembaga zakat NU, kemudian ASN Jabar dalam empat hari pada tahun lalu mengumpulkan Rp 1,4 miliar. 

"Ini harga yang sangat mahal, tapi bagi kita satu nyawa sama mahalnya dengan seluruh nyawa, menyelamatkan satu manusia sama dengan menyelamatkan semua kemanusiaan," katanya. 

Menurut Emil, harga denfa tidak usah dipikirkan. Karena, yang penting warga Jabar selamat dari hukuman mati dan kembali di tanah air. "Saya titip kepada Bupati Majalengka untuk memperkuat pekerjaan supaya tidak ada lagi orang yang kepepet terus akhirnya mencari pekerjaan ke luar negeri," kata Emil seraya mengatakan, seenak-enaknya kerja di luar, lebih enak di tanah air sendiri.

Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah menjemput kepulangan Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Majalengka, Etty binti Toyib. Penjemputan dilakukan pada Senin (6/7) pukul 16.00 WIB di Bandara Soekarno Hatta Tangerang, Banten.

Menaker Ida mengaku, senang dengan pembebasan dan kepulangan Etty. Ia menyebut, Etty sebagai pahlawan yang sudah sepantasnya mendapatkan perlindungan dari pemerintah. “Pemerintah selalu berkomitmen melindungi PMI,” ucapnya.

Sebagaimana diketahui, Etty binti Toyyib merupakan PMI asal Majalengka, Jawa Barat yang lolos dari hukuman mati di Arab Saudi berkat tebusan 4 juta riyal atau Rp 15,5 miliar.

Etty Toyyib merupakan PMI yang bekerja di Kota Taif, Arab Saudi. Pada 2001, Etty didakwa menjadi penyebab meninggalnya sang majikan, Faisal al-Ghamdi. Etty dituduh meracuni sang majikan. 

Dalam persidangan, keluarga majikan menuntut hukuman mati qisas dan pengadilan memutuskan hukuman mati/qisas. Hukuman mati qishash berdasarkan Putusan Pengadilan Umum Thaif No. 75/17/8 tanggal 22/04/1424H (23/06/2003M) yang telah disahkan Mahkamah Banding dengan Nomor 307/Kho/2/1 tanggal 17/07/1428 dan telah disetujui Mahkamah Agung dengan Nomor 1938/4 tanggal 2/12/1429 H karena membunuh majikannya warga negara Arab Saudi, Faisal bin Said Abdullah Al Ghamdi dengan cara diberi racun.

Mulanya ahli waris majikannya meminta diyat sebesar 30 juta real atau Rp 107 miliar agar Etty diampuni dan tidak dieksekusi. Namun, setelah ditawar dan dilakukan berbagai pendekatan, akhirnya ahli warisnya bersedia memaafkan dengan diyat sebesar 4 juta riyal Saudi atau Rp 15,5 miliar.

Pemerintah pun membayar diyat kepada ahli warisnya. Pembayaran tersebut mendapat dukungan penuh dari Lembaga Zakat Infaq dan Sodaqah Nahdlatul Ulama (LAZISNU) sebesar Rp 12,5 miliar atau 80 persen dari jumlah diyat serta partisipasi masyarakat yg peduli langsung membayar diyat kepada ahli warisnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement