Selasa 07 Jul 2020 15:19 WIB

Klarifikasi Dukcapil Soal Terbitnya KTP Djoko Tjandra

Dukcapil merasa tidak pernah mendapat informasi tentang status buron Djoko Tjandra.

Ketua Majelis Hakim Nazar Effriandi (kedua kanan) memimpin sidang permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh buronan kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (6/7/2020). Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menunda sidang tersebut karena Djoko Tjandra dikabarkan sakit.
Foto: Antara/Reno Esnir
Ketua Majelis Hakim Nazar Effriandi (kedua kanan) memimpin sidang permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh buronan kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (6/7/2020). Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menunda sidang tersebut karena Djoko Tjandra dikabarkan sakit.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizkyan Adiyudha, Mimi Kartika, Antara

'Mohon maaf pelayanan dukcapil sedang offline'. Pemberitahuan tersebut terpampang di atas kertas di loket pengurusan Katru Tanda Penduduk (KTP) di Kantor Kelurahan Grogol Selatan, Kebayoran Lama pada Selasa (7/7).

Baca Juga

Kantor Kelurahan Grogol Selatan mendadak tenar setelah buron cessie Bank Bali Djoko Tjandra kedapatan memiliki KTP DKI Jakarta. Padahal Djoko Tjandra sudah lama diincar pihak berwajib, tepatnya sejak 2009.

"Sedang offline karena mau tutup buku tahunan," kata salah seorang petugas yang enggan menyebutkan namanya saat ditemui di kantor kelurahan Grogol Selatan, Jakarta Selatan.

Tidak sedikit warga yang terpaksa memutar balikan arah kendaraan mereka dari yang sebelumnya ingin memasuki kantor kelurahan. Baru sampai di gerbang sudah ada petugas yang berteriak bahwa pelayanan KTP sedang offline.

Berdasarkan pantuan Republika, kantor Kelurahan Grogol Selatan tetap aktif seperti biasa. Petugas tetap melakukan pelayanan seperti biasa kecuali proses pembuatan KTP. Terakhir pelayanan pembuatan kartu identitas terhadap masyarakat dapat dilakukan pada Senin (6/6) kemarin.

Terlihat paling tidak dua petugas di meja depan untuk melayani kebutuhan warga terkait pencatatan sipil. Kebanyakan warga yang datang juga untuk mengambil kartu identitas mereka yang telah dibuat sebelumnya.

Petugas yang mengenakan kemeja putih dan celana bahan hitam itu juga merupakan salah satu yang ikut melayani kebutuhan warga. Dia menjelaskan, proses pelayanan pembuatan KTP biasanya memerlukan waktu satu hari.

"Ada, proses bikin satu hari jadi itu KTP. Jadi bikin pagi, sore sudah bisa diambil," kata dia menjelaskan.

Dia mengungkapkan, proses pembuatan KTP satu hari jadi tidak berbeda dengan proses pembuatan kartu identitas pada biasanya. Dia mengatakan, biaya yang dikeluarkan juga sama karena itu merupakan layanan normal yang diberikan kelurahan.

Namun dia enggan saat disinggung proses pembuatan KTP selama 30 menit seperti yang dilakukan tersangka kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra. Dia hanya menolehkan pandangan sambil berbicara tidak mengetahui proses pembuatan singkat tersebut.

Salah seorang warga yang telah mengambil KTP, Tari, mengatakan membuat kartu identitas pada Senin (6/6) lalu. Dia mengungkapkan, telah memasukan data-data terkait identitas diri pada pagi hari kemarin. Dia mengatakan, proses pembuatan KTP sudah rampung sore hari namun dia baru mengambilnya keesokan hari.

Lurah Grogol Selatan Asep Subhan hingga hari ini masih belum bisa dikonfirmasi. Petugas kelurahan mengatakan bahwa Lurah sedang keluar dan tidak ada di kantor sejak pagi.

Sebelumnya Asep membantah telah memberikan perlakukan istimewa kepada Djoko Tjandra dalam pegurusan KTP-el di wilayah itu. Dia menyebutkan, layanan di Kelurahan Grogol Selatan dapat diakses bagi seluruh warga yang datang mengurus administrasi kependudukan asal memenuhi tiga unsur tersebut. Yakni persyaratan lengkap, jaringan internet terkoneksi dengan baik dan blanko KTP tersedia.

Menurut Asep, selama pandemi Covid-19 blanko KTP-el di Satpel Dukcapil kelurahan terpenuhi dari Kementerian Dalam Negeri. Sehingga, pencetakan KTP elektronik tidak menjadi kendala, bisa dilakukan pada hari yang sama.

photo
Djoko S Tjandra - (Antara)

Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh, mengungkapkan tersangka kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra telah melalukan perekaman KTP elektronik pada 8 Juni pukul 07.27 WIB. Dia mengatakan, kartu identitas Djoko dicetak sekira pukul 08.46.

"Sehingga dibutuhkan waktu kurang lebih 1 Jam 19 menit untuk pembuatan KTP-el tersebut," kata Zudan Arif Fakrulloh dalam keterangan resmi yang diterima pada Selasa (7/6).

Dia mengungkapkan bahwa saat ini sudah banyak sekali pembuatan KTP-el yang sudah bisa selesai kurang dari 1 jam. Dia mengatakan, sudah ada perbaikan sistem perekaman. Saat ini dari perekaman sampai pencetakan KTP-el 94,34 persen selesai dalam waktu kurang dari 24 jam.

Dia mengungkapkan, secara keseluruhan data pembuatan KTP elektronik selama Juni 2020 menunjukkan terdapat pembuatan 889.521 kartu identitas. Dia mengatakan, berdasarkan catatan sebesar 28,94 persen atau 257.477 kurang dari satu jam.

Zudan menjelaskan, sebanyak 136.863 atau 15,39 persen rampung dalam waktu 1 hingga 2 jam. Dia melanjutkan, sebesar 11,08 persen atau 98.579 selesai dalam waktu 2 sampai 3 jam.

Sedangkan 28,05 persen atau 249.507 dapat dikerjakan dalam waktu 3 hingga 6 jam. Sementara 10,87 persen atau 96.712 dapat dirampungkan hingga 6 hingga 24 jam. Dan 5,66 persen atau 50.383 dirampungkan lebih dari 24 jam.

Dia mengungkapkan kendala-kendala dalam pembuatan KTP-el saat ini sudah bisa tertangani. Dia mengatakan, hal itu berdampak pada dipersingkatnya waktu pembuatan KTP-el dibandingkan masa lalu.

Dia menjelaskan, ada dua penyebab mengapa pembuatan KTP-el pada waktu yang lalu memakan waktu. Pertama, dia mengungkapkan, adanya kekurangan blanko KTP. Alasan kedua adalah sistem yang tidak beroperasi alias mati.

"Sistem pembuatan KTP-el pernah mati selama tujuh bulan yaitu sejak Des 2016  hingga Juni 2017," katanya.

Zudan mengatakan, hal tersebut membuat KTP-el tidak bisa dicetak sehingga daerah dibolehkan menerbitkan surat keterangan tanda bukti sudah merekam. Sementara, saat ini blanko KTP-el sudah tersedia cukup karena Menteri Keuangan sudah menambah pembelian 25 juta keping blangko sehingga tahun 2020 tidak ada lagi masalah blanko.

"Daerah yang keping blanko KTP-el sudah akan habis bisa langsung mengambil ke Dukcapil pusat," katanya.

Zudan mengungkapkan, data per bulan Juni perekaman KTP-el sudah mencapai 99 persen atau sekitar 192 juta penduduk dari wajib KTP-el sejumlah 194 juta jiwa. Dia melanjutkan, jumlah yang paling banyak belum merekam ada di Papua dan Papua Barat.

Mengenai bagaimana caranya seorang buronan bisa memiliki KTP, Zudan mengatakan Kemendagri atau tepatnya Dukcapil tidak memiliki data cekal dan buronan. "Dan belum pernah mendapatkan pemberitahuan tentang subjek hukum yang menjadi buronan atau DPO dari pihak yang berwenang," ujar Zudan.

Ia meminta agar Dukcapil diberikan pemberitahuan tentang data orang yang dicekal atau buron agar kasus seperti ini dapat dicegah. Kendati sudah ada data buron atau DPO, Dukcapil tetap akan memproses rekam sidik jari, iris mata, dan foto wajah, agar data penduduk tersebut masuk ke dalam database kependudukan.

Namun, kata Zudan, KTP-el akan diberikan pada saat yang bersangkutan memenuhi kewajiban hukumnya. Hal itu menurutnya sesuai dengan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang administrasi kependudukan, setiap penduduk atas setiap pelaporan peristiwa kependudukan dan peristiwa penting mendapatkan pelayanan yang sama dan profesional dari Dinas Dukcapil.

"Ditjen Dukcapil juga sudah mendapat laporan dari Lurah Grogol Selatan bahwa pihak petugas di kelurahan tidak ada yang mengetahui bahwa yang bersangkutan adalah buron sehingga memproses permohonan seperti biasanya," kata Zudan.

Dalam database kependudukan, pemilik nama lengkap Joko Soegiarto Tjandra tercatat sebagai Warga Negara Indonesia (WNI). Zudan mengatakan, pihaknya akan meminta data dan informasi Kementerian Hukum dan HAM terkait kewarganegaraan Djoko Tjandra.

Apabila Djoko Tjandra terbukti sudah menjadi Warga Negara Asing (WNA), maka KTP-el dan Kartu Keluarga sebagai WNI akan dibatalkan oleh Dinas Dukcapil DKI. Berdasarkan Pasal 18 UU Nomor 23 Tahun 2006, penduduk yang pindah keluar negeri wajib melaporkan rencana kepindahannya kepada Dinas Dukcapil.

Namun, Zudan mengatakan, Djoko Tjandra tidak pernah melaporkan dirinya ke Dinas Dukcapil saat akan pergi dan menetap di luar negeri. Dalam histori database kependudukan, Djoko Tjandra tidak pernah mengajukan pindah ke luar negeri, sehingga Surat Keterangan Pindah Luar Negeri (SKPLN) tidak pernah diterbitkan.

Dengan demikian, berdasarkan database kependudukan, Djoko Tjandra tidak pernah keluar negeri. Zudan pun mengungkapkan histori dalam database kependudukan atas nama Djoko Tjandra.

Djoko Tjandra tercatat melakukan pencetakan KTP pada tanggal 21 Agustus 2008, kemudian melakukan pencetakan Kartu Keluarga pada 11 Januari 2011, lalu terakhir melakukan perekaman KTP-el pada tanggal 8 Juni 2020.

Sejak terdata dalam database kependudukan tahun 2008, Djoko Tjandra merupakan WNI yang lahir di Sanggau pada 27 Agustus 1951. Djoko Tjandra diketahui tidak pernah melakukan transaksi perubahan data hingga tahun 2020, seperti perubahan nama, alamat maupun tempat dan tanggal lahir.

Pengacara Andi Putra Kusuma selaku kuasa hukum Djoko Sugiarto Tjandra mengatakan  sejak 2012 kliennya sudah tidak tercatat sebagai DPO (daftar pencarian orang) berdasarkan keterangan dari Kementerian Hukum dan HAM. Status DPO kembali disematkan kepada Djoko oleh Imigrasi pada tanggal 27 Juni 2020, begitu juga dengan daftar merah pemberitahuan (red notice) Interpol dan pencekalan.

"Sebelumnya dari 2014 tidak ada (status). Karena permohonan jaksa kan dari berlaku enam bulan. Permohonan terakhir dari jaksa itu diajukan pada tanggal 29 Maret 2012," kata Andi.

Terkait permohonan ke luar negeri dari Kejaksaan Agung RI hanya berlaku enam bulan. Artinya, enam bulan setelah tanggal tersebut tidak ada lagi pencegahan baik keluar ataupun masuk.

Karena jaksa tidak memohon lagi berdasarkan informasi dari Kemenkum HAM sejak tahun 2012 sudah tidak ada lagi permintaan dari Kejaksaan Agung. Setelah itu, Menkumham menindaklanjuti hal itu dan menghapus nama Djoko Tjandra dari sistem perlintasan pada Mei 2020.

"Artinya, kalau Pak Djoko masuk ke Indonesia tanggal 8 Juni tidak ada pencegahan. Jadi dari mana saya menyeludupkan sedangkan untuk bisa ke pengadilan ini kan baris depannya pemerintah banyak banget, ada imigrasi dari kepolisian itu semua dilewati sebelum sampai di sini," kata Andi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement