REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri, Teguh Setyabudi merespons kabar soal WNI yang melakukan pernikahan beda agama di luar negeri bisa dicatat secara resmi oleh Dinas Dukcapil. Teguh mengatakan, tak semua pernikahan beda agama di mancanegara bisa dicatat.
Teguh menjelaskan, WNI yang melakukan pernikahan beda agama di luar negeri bisa dicatatkan pernikahannya oleh Dinas Dukcapil apabila memenuhi dua syarat. Pertama, pernikahannya tercatat secara resmi dan mendapatkan bukti pernikahan dari instansi berwenang di negara setempat.
Kedua, pasangan yang nikah beda agama itu melapor ke kantor perwakilan RI di negara tempat berlangsungnya pernikahan. Kantor perwakilan RI lantas akan membuat dokumen bukti "pelaporan peristiwa penting di luar negeri".
Teguh mengatakan, apabila dua syarat itu terpenuhi, maka pasangan yang nikah beda agama tersebut wajib melapor ke Dinas Dukcapil sesuai domisili. Setelah itu, Dinas Dukcapil akan menerbitkan surat keterangan pelaporan telah terjadinya perkawinan WNI di luar negeri.
Selanjutnya, Dinas Dukcapil akan mengubah elemen data pada kartu keluarga (KK) dan KTP elektronik milik pasangan yang nikah beda agama itu. "Dinas Dukcapil tidak menerbitkan akta perkawinan karena akta perkawinan telah diterbitkan oleh negara setempat," kata Teguh kepada Republika.co.id, Kamis (27/7/2023).
Teguh menambahkan, ketentuan berbeda berlaku bagi pernikahan beda agama di luar negeri yang tidak mendapatkan akta perkawinan dari instansi berwenang di negara setempat dan hanya mendapatkan surat keterangan perkawinan dari pemuka agama. Aturan pencatatan pernikahan mereka di Dinas Dukcapil serupa dengan pasangan nikah beda agama di Indonesia, yakni harus mendapatkan penetapan dari pengadilan.
"Untuk dapat dicatatkan dan diterbitkan akta perkawinan di Indonesia, berlaku ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia, yaitu pasal 35 huruf a UU 23 tahun 2006 yang mengharuskan berdasarkan penetapan pengadilan," ujar Teguh.
Masalahnya, Ketua Mahkamah Agung (MA) Muhammad Syarifuddin pada Senin (17/7/2023) menerbitkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2/2023 tentang Petunjuk Bagi Hakim dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan antar-Umat yang Berbeda Agama dan Kepercayaan. Dalam SEMA itu, hakim di setiap tingkatan dilarang mengabulkan permohonan pencatatan pernikahan antar-umat yang berbeda agama dan kepercayaan.
Menurut Jangkar Global Groups, sebuah perusahaan yang menyediakan layanan nikah beda agama, meski ada SEMA tersebut, tapi pasangan beda agama tetap bisa tercatat secara resmi di Indonesia apabila menikah di luar negeri.
"Jadi, menikah dulu di luar negeri, kemudian dia dapat buku nikah atau sertifikat dari luar negeri, didaftarkan ke KBRI, baru didaftarkan Dukcapil," ujar Direktur Utama Jangkar Global Groups Akhmad Fauzi saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (26/7/2023).
Menurut Fauzi, biaya pernikahan di luar negeri tidak murah. Jangkar Global sendiri memasang tarif hingga Rp 15 juta. "Kalau hanya untuk sekadar urus legalisirnya sekitar Rp 2 juta. Tapi kalau sampai didampingi ke luar negeri kurang lebih Rp 15 juta," ucap Fauzi.