Selasa 30 Jun 2020 19:31 WIB

Mengais Untung dari Suatu Kebohongan

Bijaklah berkomunikasi di media sosial saat pilkada spesial

Jurnalis Republika, Hiru Muhammad
Foto: Republika TV/Fakhtar Kahiron Lubis
Jurnalis Republika, Hiru Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Hiru Muhammad*

Meski masalah Covid-19 diperkirakan belum sepenuhnya tuntas, Indonesia harus menggelar pemungutan suara pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak 2020 pada 9 Desember mendatang. Dalam pesta demokrasi lima tahunan itu isu bansos, kesenjangan sosial, pemulihan ekonomi dan Covid-19 tentunya akan menjadi topik menarik dan  amunisi bagi peserta kampanye untuk menyerang lawan politiknya.

Hal itu diyakini akan mampu membentuk opini publik yang efektif bagi para kontestan. Tentunya pembentukan opini tersebut tidak cukup hanya bermodal orasi ataupun dukungan finansial saja, melainkan juga harus cerdas dalam memilih media yang tepat untuk mensosialisasikan gagasannya.

Dapat dimaklumi realitas yang ada di dunia virtual merupakan realitas yang terus berubah, kompleks dan dinamis yang dibangun dengan dasar teknologi informasi terkini. Kombinasi penggunaan konten gambar, suara dan tulisan sebagai basis kekuatan utama yang disajikan secara real time atau setidaknya lebih cepat dari media konvensional menjadikan media sosial tampil perkasa dalam menggalang sikap publik.

Penggunaan media sosial menjadi pilihan paling efektif bagi para peserta Pilkada. Selain hemat biaya, media sosial kini menjadi salah satu sarana komunikasi favorit masyarakat. Khususnya kaum milenial atau pemilih pemula yang masih awam peta politik. Di sinilah peluang para kontestan tampil mengolah berbagai isu hangat agar menjadi opini publik yang menguntungkan kelompoknya.

Kehadiran 'pasukan cyber' kembali dibutuhkan guna memuluskan langkah balon kepala daerah meraih singgasana kekuasaan. Menarik dicermati bukan hanya pemilihan isu yang mereka kemas dalam pilkada, melainkan juga taktik mereka dalam menggalang opini publik melalui media sosial.

Tentunya kehadiran 'pasukan cyber' bukanlan tanpa strategi. Mereka akan menyebarkan berbagai informasi ke tengah pengguna media sosial dengan harapan informasi itu akan dikonsumsi dan menimbulkan sikap tertentu. Kegelisahan yang dihadapi publik diyakini para pengelola media informasi akan mendorong publik mencari informasi yang mereka butuhkan. Sikap inilah yang akan dimanfaatkan untuk menciptakan suasana yang mereka inginkan. Tak mengherankan bila akhirnya muncul beragam berita termasuk hoaks yang beredar.

Aksi saling serang di antara para pendukung balon kepala daerah di media sosial, pemilik akun ganda, hingga sandiwara yang dilakukan para 'relawan' salah satu balon yang seolah lawan politiknya dengan tujuan mendeteksi siapa lawan dan kawan tidak tertutup kemungkinan menghiasi laman para pengguna media sosial.

Di sinilah pemilihan konten yang tepat menjadi kata kunci keberhasilan kampanye di dunia maya. Konten tak hanya dimonopoli media massa saja, melainkan harus berbagi dengan media sosial yang dikuasai para penggiat medsos atau 'pasukan cyber' salah seorang kontestan.  Khalayak tidak lagi pasif (obyek informasi), melainkan dapat aktif menentukan sikap (subyek informasi) terkait informasi yang dikonsumsinya. Mereka bisa berkomunikasi satu dengan lainnya tanpa batas wilayah, demografis, bahkan tidak saling kenal satu dengan lain sebelumnya. Kehadiran mereka dalam satu wadah kesepahaman dapat menjadi kekuatan tertentu yang merupakan budaya baru yang menarik untuk disikapi.

Menjamurnya informasi sampah, judul maupun posting gambar yang provokatif dan hiperbolis, clickbait, kebencian terkait Covid-19 selama ini  tentunya telah menjadi keprihatinan bersama. Di saat seluruh elemen bangsa terpuruk akibat wabah mematikan masih ada segelintir orang yang berupaya meraih keuntungan pribadi. Entah karena sekedar iseng atau alasan ekonomi, meraih pengunjung dalam jumlah tinggi di laman miliknya.               

Tentunya hal itu tidak diharapkan terulang kembali saat pilkada kali ini yang terasa spesial lantaran bertepatan dengan merebaknya wabah Covid-19. Penerapan protokol kesehatan ketat, masker, face sheild  dan sederet atribut terkait Covid-19 akan menjadi potensi masalah menarik selain mengikuti aksi persaingan ketat para kontestan. Kita semua tidak berharap Pilkada spesial ini tidak akan meminta korban terpapar baru, meski hal itu tidak menutup kemungkinan terjadi. Baik di antara para balon maupun para pendukung atau masyarakat pemilih.

Ketergantungan publik terhadap media sosial di Tanah Air kini sudah meningkat besar. Hal itu seharusnya diikuti dengan meningkatkan rasa tanggung jawab masyarakat dalam memanfaatkan media sosial sebagai sarana informasi yang bermartabat dan berkualitas. Sehingga dapat membangun kepercayaan publik dalam kehidupan bernegara yang lebih baik. 

Kewajiban memasok informasi bertanggung jawab maupun kontrol sosial tidak lagi menjadi tanggung jawab media massa profesional semata saja. Melainkan juga pemikiran para individu atau kelompok kepentingan pengguna media sosial melalui gagasan menarik dan memberikan solusi atas masalah yang muncul. Dengan memposting informasi bermanfaat di media sosial merupakan langkah kecil yang mendatangkan manfaat bagi banyak pihak.

*) Penulis adalah jurnalis republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement