REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar menegaskan, pembangunan desa mempertimbangkan keseimbangan ekologi dengan senantiasa bertumpu pada budaya dan adat istiadat. "Pembangunan desa harus senantiasa bertumpu pada akar budaya dan adat istiadat yang ada. Itu berarti pembangunan desa pasti akan terus-menerus dan konsisten memperhatikan keseimbangan ekologi," katanya dalam diskusi daring yang diselenggarakan Institut Pertanian Bogor (IPB) tentang desa gambut, yang dipantau di Jakarta pada Selasa (30/6).
Dia menegaskan tentang adat istiadat dan budaya Indonesia yang tidak memperhatikan keseimbangan ekologi dan banyak hal di desa memiliki "ilmu titen", berasal dari pengamatan nenek moyang serta menjadi kearifan lokal. Keseimbangan ekologi itu juga akan diwujudkan dalam pembangunan desa yang berada di lahan gambut. Menurut data Kemendes PDTT, terdapat sekitar 333 desa gambut dari total 74.953 desa.
Desa-desa itu tersebar di beberapa daerah, seperti Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Papua. Menurut dia, tiga di antara desa di lahan gambut tersebut sudah menjadi desa mandiri pada 2019.
Desa di lahan gambut, menuut dia, juga menjadi perhatian Kemendes PDTT karena memiliki karakteristik yang berbeda dengan desa lainnya. "Itu artinya kita terus melalukan upaya percepatan pembangunan desa berdasarkan Indeks Desa Membangun (IDM)," kata pria yang akrab disapa Gus Menteri itu.
Menurut data Kemendes PDTT per 2019, dari 333 desa yang berada di lahan gambut, tiga di antaranya berstatus mandiri, 27 desa maju, 170 desa berkembang, 124 desa tertinggal, dan sembilan sangat tertinggal.