REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Deteksi Ancaman Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Sulistyo mengatakan Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Badan Reserse Kriminal Polri kesulitan melakukan upaya penegakan hukum terhadap aktivitas dunia virtual atau internet yang tidak terdaftar dan tidak terekam. Sebab, server kejahatannya berada di negara lain.
"Mereka punya kewenangan untuk itu (penegakan hukum), tetapi satu saat akan 'mentok', karena data-data strategis disimpan di komputasi awan 'bukan yang dikelola oleh orang Indonesia', server-nya mungkin bisa di negara lain," kata Sulistyo dalam diskusi dengan tema "Intelijen di Era Digital" yang ditayangkan di Youtube, Selasa (9/6).
Kendati pemerintah juga sedang berupaya memperbaiki sistem tata kelola ruang siber saat ini tapi perbaikan itu, kata Sulistyo, masih membutuhkan waktu yang lama. Hal itu karena yang bergerak di dunia digital itu bukan cuma pemerintah Indonesia saja, tetapi ada pemangku kepentingan lain seperti korporasi digital raksasa, pemerintah negara lain, dan komunitas.
"Butuh waktu untuk mengatur keamanan dari ruang siber kita yang tidak seperti membalikkan telapak tangan. Ingat, ruang siber ini bukan hanya ada pemerintah," ucap Sulistyo.
Namun, Sulistyo yakin Dittipidsiber Bareskrim Polri memiliki kemampuan untuk mengupayakan penyelidikan dan penyidikan di ranah digital. Untuk itu, Direktur BSSNtersebut menyarankan pihak-pihak yang mendapat serangan siber agar tidak mengatasi serangan itu sendiri.
"Misalnya terjadi insiden, terjadi masalah, jangan sok tahu. Ah gue bisa tangani sendiri, jangan. Kasih ahlinya. Bisa jadi di situ ada barang bukti yang kemudian bisa (dilakukan) mitigasi dan investigasi bagaimana sehingga insiden bencana siber ini terjadi. Jadi jangan sok tahu," kata Sulistyo.
Dittipidsiber Bareskrim Polri, kata Sulistyo, sudah paham prosedur penyelidikan dan penyidikan insiden serangan siber itu seperti apa. Mereka akan melakukan komputer forensik dan digital forensik.
Sulistyo mengatakan BSSN juga berperan dalam mengedukasi terhadap apa-apa yang boleh dibagikan di ruang digital menjadi poin penting dari keamanan siber.
Untuk itu, dia ingin setiap orang memahami bahwa informasi pribadipun, jika dikumpulkan, masih dapat dijadikan sebuah pengetahuan tentang banyak hal. Sebab, intelijen ternyata memiliki kemampuan memanfaatkan kumpulan informasi-informasi pribadi yang dibagikan di media sosial.
Bahkan, menurut Sulistyo, sebenarnya seseorang yang bukan intelijen pun bisa mendidik dirinya sendiri agar menjadi intelijen mandiri di Indonesia karena orang-orang Indonesia gampang sekali membagikan informasi. Untuk itu, ia mengimbau agar masyarakat Indonesia mulai berhati-hati dan tidak sembarang bercerita tentang apapun di ruang siber/ruang digital.
Hal itu karena jika dikumpulkan, informasi pribadi pun dapat dianalisis sehingga dijadikan pengetahuan yang dapat disalurkan untuk berbagai kepentingan, baik kepentingan bisnis maupun kepentingan lain yang mungkin melanggar hukum. "Kita (masyarakat Indonesia) ini terlalu gampang mengumbar informasi tentang diri kita, tentang keluarga kita, tentang kelompok kita di media sosial. Jadi gampang banget kalau mau memetakan (profiling) diri orang," kata Sulistyo.