Selasa 09 Jun 2020 17:16 WIB

Kenaikan Gaji Kembali Dibahas, ICW: Firli Bohongi Publik

Usulan kenaikan gaji tersebut sebenarnya tidak pantas dibahas saat pandemi Covid-19.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Agus Yulianto
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana
Foto: Republika TV/Muhammad Rizki Triyana
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri telah membohongi publik ihwal usulan kenaikan gaji para pimpinan lembaga antirasuah. Hal tersebut lantaran Kementerian Hukum dan HAM beserta KPK sedang melakukan pembahasan kenaikan gaji tersebut.

Sebelumnya pada April lalu, Firli menegaskan, saat ini KPK tidak akan melakukan pembahasan terkait hak keuangan dan fasilitas pimpinan KPK. Seluruh jajaran lembaga antirasuah, lanjut Firli, fokus untuk melakukan pencegahan, koordinasi dan monitoring pengadaan barang dan jasa dalam upaya penanganan panyebaran Covid-19.

"Tentu jika informasi ini (pembahasan kenaikan gaji) benar maka Ketua KPK Komjen Firli Bahuri telah berbohong kepada publik. Sebab, pada awal April lalu seluruh Pimpinan meminta usulan ini untuk dibatalkan dan tidak lanjutkan pembahasannya," tegas Kurnia dalam pesan singkatnya, Selasa (9/6).

Kurnia sangat menyayangkan adanya pembahasan tersebut. Karena usulan kenaikan gaji tersebut sebenarnya tidak pantas untuk dibahas di tengah situasi Indonesia yang sedang menghadapi wabah Covid-19. 

"Semestinya sebagai pejabat publik para Pimpinan KPK memahami bahwa penanganan wabah Covid-19 membutuhkan alokasi dana yang luar biasa besar, sehingga saat ini bukan waktunya untuk memikirkan diri sendiri dengan permintaan kenaikan gaji tersebut," tegasnya.

Kurnia melanjutkan, tak hanya persoalan momentum, KPK di era kepemimpinan Komjen Firli Bahuri ini pun sebenarnya sangat minim akan prestasi, justru yang mereka tunjukkan hanya rangkaian kontroversi. Hal tersebut terkonfirmasi dengan menurunnya tingkat kepercayaan publik kepada KPK.

"Atas dasar itu, lalu apa pertimbangan logis untuk menaikkan gaji lima Pimpinan KPK?," ucap Kurnia.

Menanggapi hal ini, Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, pada dasarnya saat ini KPK tidak mengambil inisiatif untuk melakukan pertemuan tersebut. Ali menjelaska, tim di Kesetjenan KPK mengikuti rapat  melalui video confrence pada tanggal 29 Mei 2020  untuk memenuhi undangan dari Kemenkumham sebelumnya.

"Undangan rapat koordinasi penyusunan RPP tersebut tertanggal  22 Mei 2020 dan ditujukan pada unsur KPK  yaitu Sekjen, Karo Hukum dan Karo SDM," terangnya. 

Ali mengatakan, untuk menghormati undangan itu, KPK hadir dan menyampaikan arahan pimpinan KPK bahwa pembahasan hal tersebut diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah apakah akan dilanjutkan kembali penyusunannya.

Ali pun mengungkapkan, beberapa poin yang dibahas di dalam rapat tersebut. Pertama, surat dari Kemenkum HAM  kepada kementrian PAN dan RB masih menggunakan nomenklatur RPP Perubahan sehingga RPP tersebut akan menjadi RPP Penggantian.

Kemudian, terkait dratf RPP penggantian belum ada kajian akademis mengenai jumlah besarannya. Untuk kajian akademik sendiri, lanjut Ali, akan segera diserahkan kepada Kementrian Hukum dan HAM  agar bisa ditindaklanjuti dengan permintaan penilaian kepada Kementrian PAN dan RB.

Sebagai tambahan informasi, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2015 tentang Hak Keuangan, Kedudukan, Protokol, dan Perlindungan Keamanan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi gaji Ketua KPK mencapai Rp 123 juta dan Wakil Ketua KPK sebesar Rp 112 juta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement