REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2P-LIPI), Moch Nurhasim, mengatakan, sistem proporsional tertutup harus diatur secara rigid dalam undang-undang. Menurut dia, pengaturan yang rigid tidak dijelaskan dalam naskah rancangan revisi UU Pemilu per 6 Mei 2020 sehingga sistem tertutup hanya akan menciptakan oligarki partai politik yang akut.
"Apabila tidak diatur secara rigid bagaimana proses kandidasinya itu akan menguntungkan orang-orang yang kuat yang akan menguasai partai dan kekuatan-kekuatan oligarki," ujar Nurhasim dalam diskusi virtual 'Kemana Arah RUU Pemilu', Ahad (7/6).
Ia mengatakan, usulan perubahan sistem pemilihan legislatif dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup tidak disertai dengan syarat yang jelas untuk menjaga kualitas kandidasi politik di internal partai. Dalam desain RUU ini, pengaturan kandidasi politik diserahkan kepada anggaran dasar dan anggaran rumah tangga masing-masing partai politik.
Jika ini yang terjadi, kata Nurhasim, hanya akan mengokohkan oligarki partai politik yang sudah ada. Apabila tidak diatur secara rigid terkait proses kandidasinya, hanya akan menguntungkan orang-orang kuat yang akan menguasai partai.
Ia menjelaskan, saat ini ada dua model dalam proses demokrasi internal. Mereka melakukan pemilihan secara terbatas dan melibatkan beberapa orang untuk melakukan proses rekrutmen terhadap calon-calon yang akan duduk di parlemen baik di nasional maupun lokal.
"Tapi yang berbahaya adalah sejumlah partai masih mengedepankan choose election, langsung dipilih, ditentukan oleh orang-orang kuat di dalam partai politik," kata dia.
Nurhasim mengatakan, usulan sistem proporsional tertutup harus disertai dengan persyaratan yang rinci. Menurut dia, proses kandidasi politik dapat diserahkan ke penyelenggara pemilu atau Komisi Pemilihan Umum (KPU), atau didetailkan di dalam undang-undang.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa menyebutkan, sistem pemilu terbuka atau tertutup menjadi salah satu isu perdebatan dalam pembahasan RUU Pemilu. Beberapa fraksi sudah ada yang menyatakan sikapnya terhadap dukungan penggunaan sistem terbuka atau tertutup.
"Yang ingin tertutup itu, ya, PDIP, itu jelas pengen tertutup, jadi yang kedua Golkar walaupun masih ada ruang, untuk misanya menggabungkan ada sistem varian, varian lain," kata Saan.
Sementara, lanjut dia, secara verbal Partai Nasdem, PKB, PKS, Demokrat, dan PAN tetap ingin sistem pemilu terbuka, serta Gerindra belum menentukan sikap. Menurut Saan, pengusung sistem terbuka ingin memperkuat partisipasi publik termasuk memilih anggota legislatif.