Jumat 05 Jun 2020 00:33 WIB

Jaksa Tuntut Mati Terdakwa Kasus Pembunuhan, Aulia Kesuma

Aulia Kesuma dituntut mati bersama putranya, Geovanni Kelvin Oktavianu.

Suasana sidang telekonferensi di pengadilan. (ilustrasi)
Foto: Didik Suhartono/ANTARA FOTO
Suasana sidang telekonferensi di pengadilan. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut hukuman mati terhadap terdakwa kasus pembunuhan, Aulia Kesuma dan putranya Geovanni Kelvin Oktavianu. Tuntutan dibacakan tim JPU dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui video telekonferensi, Kamis (4/6).

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa satu Aulia Kesuma dengan pidana mati. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dua, Geovanni Kelvin Oktavianus Robert dengan pidana mati," kata JPU Sigit Hendardi, Kamis.

Sigit mengatakan, terdakwa Aulia dan Geovanni Kelvin terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagai yang melakukan dan yang turut serta melakukan pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu. Tindak pidana ini sebagai mana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 340 jo 55 ayat (1) ke-1 KUHP sesuai dakwaan primair dari penuntut umum.

Dalam tuntutannya, Sigit menyampaikan, tidak ada hal yang meringankan terdakwa. Sedangkan, hal-hal yang memberatkan yakni perbuatan para terdakwa telah menghilangkan banyak nyawa yakni nyawa korban Edi Candra Purnama dan Muhammad Adi Pradana.

"Perbuatan terdakwa dilakukan secara sadis, perbuatan para terdakwa menarik perhatian masyarakat dan menimbulkan keresahan bagi masyarakat," kata Sigit.

JPU juga menggunakan keterangan saksi-saksi yang berjumlah 18 orang, serta hasil visum terhadap korban dan berita acara sebagai petunjuk yang diuraikan dalam fakta-fakta yuridis di yang dipaparkan di persidangan. Berdasarkan uraian fakta-fakta yuridis tersebut, maka jelas dan terang adanya peristiwa pidana yang dilakukan oleh Aulia Kesuma dan Geovanni Kelvin sesuai surat dakwaan dari Penuntut Umum.

Ssehingga terdapat petunjuk bahwa benar pada Jumat tanggal 23 Agustus 2019 sekira pukul 23.30 WIB dan pada Sabtu tanggal 24 Agustus 2019 sekira pukul 04.30 WIB di tempat tinggal terdakwa dan korban di Lebak Bulus I KAV 129 B/U 15 RT 003, RW 005 Kelurahan Lebak Bulus Kecamatan Cilandak Jakarta Selatan terjadi pembunuhan terhadap korban Edi Candra Purnama dan Muhammad Adi Pradana.

"Dengan demikian, alat bukti petunjuk ini dapat digunakan dalam pembuktian perkara berdasarkan Pasal 188 KUHAP," kata Sigit.

JPU juga memaparkan analisis yuridis tindak pidana pembunuhan berencana yang dilakukan kedua terdakwa dengan berpedoman kepada putusan-putusan hakim terdahulu seperti Arrest Hoge Raad tanggal 23 Juli 1937 dan Arrest Hoge Raad tanggal 16 Juli 1894.

Dengan demikian unsur sebagai yang melakukan dan yang turut serta melakukan telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum sesuai hasil analisa yuridis yang meliputi pembuktian alat-alat bukti yang sah terhadap unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan dalam dakwaan primair melanggar Pasal 340 jo. 55 ayat (1) ke-1 KUHP tersebut di atas.

"Dengan mendasarkan pada ketentuan Pasal 183 jo. 184 ayat (1) KUHAP kami berpendapat bahwa seluruh unsur tindak pidana yang didakwakan dalam dakwaan primair telah dapat kami buktikan. Oleh karena dakwaan primair telah terpenuhi dan terbukti secara sah dan meyakinkan, maka kami tidak perlu lagi membuktikan dakwaan subsidair dan selebihnya," kata Sigit.

Seusai pembacaan tuntutan, majelis hakim memberikan kesempatan kepada Aulia yang berada di Lapas Pondok Bambu serta Geovanni Kelvin yang berada di Lapas Cipinang untuk menyampaikan tanggapannya. Hakim menanyakan apakah para terdakwa akan menyampaikan pembelaan sendiri atau melalui pengacaranya.

Kedua terdakwa memutuskan untuk menyampaikan pembelaan bersama kuasa hukumnya. Hakim lalu menunda sidang dengan agenda pembelaan terdakwa (pleidoi) yang akan digelar pada Senin (8/6) mendatang.

Kasus pembunuhan berencana terhadap Edi Candra Purnama (54) alias Pupung Sadili dan anak Muhammad Adi Pradana (24) terjadi akhir Agustus 2019, saat tersangka Aulia terdesak hutang oleh pihak bank yang pada akhirnya Aulia memiliki niat untuk menghabisi atau membunuh Pupung dan anak tirinya.

Aulia membunuh suami dan anak tirinya dengan cara diracun terlebih dahulu, kemudian dimasukkan ke dalam mobil dengan maksud dibuang dan dibakar sebelum diterjunkan ke jurang di wilayah Sukabumi, Jawa Barat.

Dalam aksinya Aulia dibantu oleh putranya Geovanni Kelvin Oktavianus, serta dua orang eksekutor Kusmanto dan Muhammad Nursaid yang dibayar untuk menghabisi nyawa suami beserta anak tirinya itu. Selain itu, juga ada tersangka lainnya Karsini, Rody Saputra Jaya, dan Suprianto yang ikut membantu Aulia merencanakan pembunuhan.

Pengacara Firman Candra selaku kuasa hukum Aulia Kesuma dan Geovanni Kelvin Oktavianus menyebutkan tuntutan yang disampaikan jaksa terhadap kliennya terlalu sadis.

"Kami melihat tuntutannya terlalu sadis, terlalu berat," kata Firman usai persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis.

Firman berkeyakinan sesuai fakta persidangan bahwa ada hal-hal yang meringankan bagi Aulia dan Geovanni terutama terkait aktor intelektual dari pembunuhan berencana terhadap Edi Candra Purnama dan anaknya Muhammad Adi Pradana. Ia juga kecewa dengan tidak dihadirkannya Aki terdakwa lainnya yang sampai saat ini masih masuk daftar pencarian orang (DPO).

"Inilah dari awal kita sedikit kecewa, kenapa Aki tidak bisa dihadirkan baik oleh penyidik maupun JPU, ada apakah? Akhirnya ada cerita yang tidak utuh," kata Firman.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement