Selasa 26 May 2020 19:26 WIB

Pengerahan TNI-Polri Harus Dibarengi Upaya Persuasi

TNI dan Polri akan dikerahkan di titik keramaian untuk mengawasi protokol kesehatan.

Petugas melakukan pengecekan dokumen kepada pengendara dengan plat nomor luar daerah yang melintasi Check Point PSBB di kawasan Kalimalang, Jakarta, Selasa (26/5). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerapkan aturan penggunaan Surat Izin Keluar-Masuk (SIKM) untuk membatasi warga yang keluar masuk Jakarta pada masa arus balik
Foto: Prayogi/Republika
Petugas melakukan pengecekan dokumen kepada pengendara dengan plat nomor luar daerah yang melintasi Check Point PSBB di kawasan Kalimalang, Jakarta, Selasa (26/5). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerapkan aturan penggunaan Surat Izin Keluar-Masuk (SIKM) untuk membatasi warga yang keluar masuk Jakarta pada masa arus balik

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat sosial dari Universitas Indonesia Devie Rahmawati mengemukakan pengerahan aparat TNI dan Polri dalam pengawasan penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) merupakan langkah simbolik tepat untuk memastikan kepatuhan warga menjalankan protokol kesehatan. Namun, langkah itu mesti dibarengi dengan upaya persuasif.

"Kehadiran aparat secara simbolik tentu akan baik sekali. Karena masyarakat kita ini adalah masyarakat high context society yang memang sarat dengan simbolik," katanya ketika dihubungi dari Jakarta, Selasa (26/5).

Baca Juga

Kehadiran aparat TNI dan Polri di tempat keramaian untuk memastikan penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), menurut dia, akan menyadarkan warga mengenai pentingnya penerapan protokol kesehatan untuk menekan penularan Covid-19. Upaya semacam itu, menurut dia, perlu dilakukan mengingat selama ini kemungkinan masih banyak warga yang berkumpul di tempat umum karena tidak merasakan langsung konsekuensi melanggar aturan PSBB.

"Perubahan secara nyata di lingkungan sosial secara kasat mata mereka tidak melihat," katanya.

"Jadi ini satu perubahan yang pasti sangat menonjol dan membuat masyarakat lebih waspada," kata dia mengenai kehadiran aparat TNI-Polri di tempat umum untuk mengawasi penerapan PSBB.

Namun, dia menekankan pentingnya membarengi pelibatanTNI-Polri dalam pengawasan PSBB dengan upaya komunikasi yang persuasif, bukan represif. Sebab, PSBB berbeda dengan karantina wilayah yang sangat ketat.

Sedangkan pengamat sosial Dr Rissalwan Lubis menyebut rencana pengerahan aparat TNI-Polri dalam pengawasan PSBB sebagairencana yang salah kaprah. Sebab, PSBB berbeda dengan penguncian wilayah yang mewajibkan karantina ketat dengan pengawasan aparat seperti TNI.

Kalau rencana itu tetap dijalankan, dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia itu mengatakan, pemerintah harus membekali personel TNI dan Polri yang bertugas dengan pengetahuan memadai tentang protokol kesehatan. Selain itu, memastikan mereka tidak melakukan tindakan represif dalam menjalankan penertiban.

"Yang harus dilakukan adalah lebih intensif melalukan imbauan secara persuasif dan simpatik," kata dia.

Presiden Joko Widodo pada Selasa menyampaikan bahwa pemerintah akan mengerahkan aparat TNI dan Polri secara masif di berbagai titik keramaian untuk mengawasi penerapan protokol kesehatan selama PSBB. Pemerintah akan mengerahkan personel TNI dan Polri dalam pengawasan penerapan PSBBdi empat provinsi serta 25 kabupaten dan kota yang sudah menerapkan PSBB.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement