REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) nomor 64 tahun 2020 tentang Jaminan Kesehatan menuai polemik. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menilai Perpres yang kembali menaikan iuran BPJS kesehatan itu merupakan bentuk pembangkangan hukum.
Direktur LBH Jakarta Arif Maulana menegaskan, kenaikan iuran BPJS dalam Perpes 64/2020 tersebut, mengangkangi putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan penerbitan Perpres 75/2019 tentang Jaminan Kesehatan. Perpres 64/2020 yang diundangkan pada 5 Maret 2020, merupakan respons atas pembatalan MA atas Perpres 75/2019.
"Langkah Presiden Jokowi adalah bentuk pembangkangan hukum," ujar Arif Maulana, dalam keterangan resmi LBH Jakarta, Kamis (14/5).
Arif menjelaskan, pembatalan Perpres 75/2019 dalam putusan MA 7P/HUM/2020 menegaskan tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang melanggar hukum. Dalam pertimbangan Hakim Agung, Februaru 2020, kenaikan BPJS Kesehatan tak didasari atas pertimbangan yuridis, sosiologis, dan filosofis, pun membebani rakyat.
"Oleh karena itu, tindakan mereplikasi kebijakan serupa atas dasar yang sama menunjukkan bahwa Presiden Jokowi bermain-main dengan putusan MA yang menunjukkan tidak adanya penghormatan Presiden terhadap hukum," katanya.
Menurut LBH, Arif menjelaskan, sikap pembangkangan Presiden Jokowi atas putusan MA tersebut, melanggar Pasal 31 UU MA. Presiden dianggap mengacuhkan asas-asas pembentukan peraturan perundangan, dalam UU 12/2011 yang mengharamkan mereplikasi aturan yang telah dinyatakan tidak sah.
"Tindakan presiden adalah pelecehan terhadap prinsip-prinsip dasar hukum dalam UUD 1945," tegasnya
Presiden Jokowi menerbitkan Perpres 64/2020. Perpres tersebut menjabarkan tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan di semua kelas. Perpres tersebut, sebetulnya revisi Perpres 75/2019 yang mengatur tentang persoalan serupa. Tetapi, gugatan konstitusional kelompok sipil berhasil membatalkan Perpres 75/2019. MA membatalkan tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan, Perpres 75/2019, dan memerintahkan pemerintah mengembalikan iuran BPJS Kesehatan seperti semula.
LBH menegaskan kenaikan iuran BPJS yang diinginkan Presiden Jokowi merupakan pengalihan tanggungjawab pengelolaan buruk jaminan kesehatan rakyat. Kengototan Presiden Jokowi menaikkan iuran BPJS Kesehatan, Arif katakan, sikap lepas tangan pemerintah atas kelalain negara mengelola keuangan jaminan kesehatan.
"Presiden kembali membebankan kelalaian negara dalam tata kelola BPJS kepada rakyat," ucap Arif.
Dalam dua tahun terakhir, memang pengelolaan payah keuangan BPJS Kesehatan, menunjukkan angka defisit yang mengancam keberlangsungan jaminan kesehatan masyarakat. Angka defisit itu, yang menjadi alasan utama pemerintah kerap mendesak kenaikan iuran BPJS.
Padahal menurut Arif, jaminan kesehatan masyarakat merupakan tanggung jawab negara dalam memberikan hak kepada warga negara. Konstitusi menebalkan, kewajiban negara atas ketersedian, dan biaya terjangkau jaminan kesehatan masyarakat. Dengan menaikkan iuran BPJS Kesehatan yang sudah ditolak atas nama hukum, menurut Arif, Presiden Jokowi melakukan pengabaian ulang atas tanggungjawab pemerintah memberikan jaminan kesehatan yang terjangkau.
"Presiden kembali mengukuhkan pengabaian terhadap kewajiban negara dalam menjamin hak kesehatan warga negaranya," ujar Arif.
Paling menyakitkan, kata Arif, catatan LBH Jakarta melihat penerbitan Perpres 64/2020 tersebut, disaat masyarakat Indonesia seluruhnya mengalami ketidakpastian penanganan wabah global Covid-19.
Virus Korona, yang telah menewaskan lebih dari 1.000 warga membuat situasi kesehatan tak menentu. Penguarangan aktivitas publik, membuat kesejahteraan masyarakat semakin merosot. Kengototan menaikkan iuran BPJS Kesehatan di masa pandemi, kata Arif, menunjukkan sikap pemerintah yang tak punya empati, terhadap situasi rakyat di saat menghadapi pandemi saat ini.
"Kenaikkan iuran BPJS Kesehatan tentu akan semakin memperburuk kesejahteraan rakyat kecil di tengah pandemi Covid-19," kata Arif.
Arif menegaskan, LBH Jakarta mendesak Presiden Jokowi untuk mencabut Perpres 64/2020 dan meminta pemerintah menghentikan aksi politis dan manuver hukum, untuk tetap memaksa kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut.