REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengajak masyarakat untuk menghindari cara berpikir tekstual dan cara pandang sempit dala, menilai persoalan. Sebab, masyarakat dengan pola pikir ini biasanya secara apriori menolak perkembangan-perkembangan ilmu pengetahuan.
Ma'ruf menjelaskan, begitu juga saat masa pandemi Covid-19 ini, kelompok yang dikategorikan konservatif memiliki perspektif dan sikap kecurigaan berlebihan terhadap kelompok yang dianggap berbeda.
"Bahkan teori konspirasi menjadi angle utama mereka dalam melihat suatu persoalan yang muncul seperti cara memandang pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini," ujar Ma'ruf di program TV nasional Satukan Shaf Indonesia bertajuk 'Membangun Peradaban Islam Pasca Pandemi Covid-19', Ahad (10/5).
Ma'ruf menjelaskan, kelompok berpikir tekstual ini cenderung mengatakan pandemi Covid-19 merupakan konspirasi untuk melemahkan umat Islam. Mereka kata Ma'ruf, menggunakan bukti secara sistematis umat Islam dijauhkan dari masjid karena pandemi Covid-19.
Ma'ruf melanjutkan, mereka pun meyakini bahwa cara yang terbaik melawan Covid-19 adalah dengan berbondong-bondong ke masjid. Padahal masjid tempat yang sangat berpotensi untuk tertular. "Tapi mereka mengatakan bahwa potensi tertular semua dipasrahkan kepada Allah SWT masalah hidup dan mati semuanya merupakan takdir Allah, mereka mengira sikap seperti itu merupakan bentuk tawakal kepada Allah," ujar Ma'ruf.
Padahal, Ma'ruf menilai, tawakal yang benar bukanlah seperti itu tetapi tetap harus mengambil ikhtiar secara optimal. Karena itu, ia menilai cara berfikir konservatif seperti itu menghambat dan kontra produktif terhadap upaya membangun kembali peradaban Islam.
Hal itu juga yang menjadi salah satu penyebab mengapa negara-negara yang berpenduduk mayoritas Muslim masih tergolong under development country dan mengalami ketertinggalan dalam ekonomi, pendidikan dan lain-lain.
"Cara berpikir seperti ini memang sudah mulai berkembang pada akhir-akhir ini ketika isu kemurnian Islam harus dibangun dengan kemudian kita mengalami kemunduran berfikir dan mengarah kepada berfikir yang sangat tekstualis," ujarnya.
Sebelumnya, Ma'ruf Amin menilai kunci jika peradaban Islam bisa kembali berjaya dengan mengkontruksi ulang cara berpikir manusia. Ia menerangkan, cara berpikir yang dimaksud adalah sesuai ajaran Rasulullah kepada para sahabatnya, yang kemudian dirumuskan oleh para ulama di era tabi’in dan tabi’ut tabi’in.
Sebab, sejarah mencatat cara berpikir sesuai ajaran Rasulullah telah terbukti melahirkan peradaban Islam yang menjadi peradaban dunia. Saat itu, peradaban Islam mendasari lahirnya ilmu kedokteran, fisika, aljabar, astronomi, dan lain sebagainya.
Apalagi, peradaban selalu mengalami pasang dan surut dan tidak ada sebuah peradaban yang bisa terus-menerus berada di puncak. Karena itu, ia optimistis jika peradaban Islam bisa kembali memperoleh kejayaan kemudian menggantikan peradaban barat saat ini jika mengubah cara berpikirnya.
"Cara berpikir seperti apa yang bisa menjadi sumber terbentuknya peradaban Islam? Jawabnya adalah cara berfikir washati, cara berfikir yang moderat, dinamis dan tetap dalam koridor manhaj dan tidak berfikir ekstrim," ujar Ma'ruf.