REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pakar partai Amanat Nasional (PAN) Drajad Wibowo membantah keluarnya Hanafi Rais merupakan residu akibat Kongres V yang digelar di Kendari beberapa waktu lalu. Dia mengatakan, putra salah satu pendiri PAN, Amien Rais, itu tidak akan dimasukan ke dalam struktur jika ada gesekan dalam internal partai.
"Faktanya pascakongres Kendari, Hanafi menjadi salah satu waketum PAN. Sebagian nama-nama yang diusulkan Hanafi juga menjadi pengurus DPP. Kalau ada ekses Kongres, kan tidak mungkin itu terjadi?" kata Drajad Wibowo kepada Republika di Jakarta, Kamis (7/5).
Drajad meminta Hanafi untuk mempertimbangkan kembali keputusannya tersebut. Mantan wakil ketua fraksi PAN di DPR RI itu berharap keputusan yang diambil Hanafi bukan harga mati.
Dia menilai bahwa Hanafi merupakan politisi muda yang sangat potensial. "Saya sangat berharap bahwa kejadian ini hanya dinamika sesaat," katanya.
Tak hanya mundur dari kepengurusan PAN, Hanafi juga mengundurkan diri sebagai ketua Fraksi PAN di DPR RI. Pengunduran diri itu tertera dalam surat tertanggal 5 Mei 2020 yang ditandatangani langsung oleh Hanafi di atas materai.
Terkait pengunduran diri dari DPR, Drajad menjelaskan, Undang-Undang (UU) No 2/2018 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3) pasal 240 menyebutkan bahwa pimpinan partai politik harus mengirim surat tentang pengunduran diri anggotanya kepada pimpinan DPR dan Presiden.
Dia mengatakan, artinya proses pengunduran diri Hanafi Rais sebagai anggowa dewan tingkat nasional periode 2019-2024 masih panjang. Menurutnya, DPP PAN bisa saja menolak permohonan pengunduran diri yang diajukan Hanafi Rais.
"Setahu saya, DPP baru menerima surat pengunduran diri Hanafi kemarin. Tentu setelah itu DPP akan melakukan rapat untuk membahas sikap DPP PAN terhadap surat tersebut," katanya.
Sebelumnya, Hanafi mengungungkapkan alasan pengunduran dirinya akibat PAN telah melewati Kongres V yang penuh kekerasan dan mencoreng wajah partai. Padahal, forum lima tahunan tersebut seharusnya menjadi momentum untuk memperbaiki partai.
Menurutnya, kecenderungan melakukan konformitas terhadap kekuasaan, bukanlah sikap yang adil. Padahal, banyak kader dan simpatisan menaruh harapan PAN menjadi antitesis dari pemegang kekuasaan.