REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mulai bulan Mei iuran peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) untuk segmen pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP) kembali turun atau tidak jadi mengalami kenaikan. Kebijakan tersebut berdasarkan Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 7P/HUM/2020 yang menyatakan membatalkan Pasal 34 Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019.
"Namun, bagi Pekerja Penerima Upah (PPU) dari ASN, Polri dan prajurit, tetap mengikuti tarif iuran sesuai dengan besaran tarif sebelumnya. Kebijakan ini saya kira fair dan wajar, karena kelas PBPU dan BP yang sangat membutuhkan bantuan," ujar anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Muchamad Nabil Haroen saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (30/4)
Sementara, lanjut Nabil, bagi ASN, Polri dan Prajurit mendapatkan akses gaji yang naik secara berkala sesuai dengan mekanisme keuangan negara, yakni selayaknya membayar sesuai ketentuan. Namun, kata Nabil, Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan dan BPJS sudah selayaknya meningkatkan performa pelayanan kesehatan. Untuk jangka pendek dan menengah, peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga medis sangat penting.
"Tentunya sembari mendukung riset-riset kesehatan dan inovasi obat herbal. Jadi, ke depan kita berharap kualitas pelayanan kesehatan Indonesia lebih meningkat," terang politikus PDI Perjuangan tersebut.
Selanjutnya, Nabil menjelaskan, mereka yang tergolong PBPU dan BP tetap mengacu pada Peraturan Presiden 82 Tahun 2018, yaitu sebesar Rp 80 ribu untuk kelas 1, Rp 51 ribu untuk kelas 2, dan Rp 25.500 untuk kelas 3. Tarif iuran BPJS kesehatan sempat mengalami kenaikan, yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
"Setelah melewati beberapa rapat dengar pendapat dengan tim Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan dan beberapa instansi lain, saya merasakan betapa proses memperjuangkan hak rakyat di BPJS melalui proses panjang," kata Ketua Umum Pimpinan Pusat Pagar Nusa Nahdlatul Ulama tersebut.