Senin 27 Apr 2020 19:22 WIB

RUU Ciptaker Disarankan Diubah Jadi RUU Kemudahan Investasi

Hanya ada satu klaster yang membahasa masalah ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Andri Saubani
DPR resmi menerima naskah omnibus law RUU Cipta kerja dari pemerintah di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (12/2). (ilustrasi)
Foto: Republika/Febrianto Adi Saputro
DPR resmi menerima naskah omnibus law RUU Cipta kerja dari pemerintah di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (12/2). (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah pakar yang diundang dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Panitia Kerja (Panja) pembahasan RUU Cipta Kerja menyampaikan sejumlah masukan dan saran terkait RUU Ciptaker. Ketua Pengurus Daerah Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) Jakarta Sarman Simanjorang menyarankan agar RUU Ciptaker berganti nama menjadi RUU Kemudahan Berusaha dan Berinvestasi.

"Memang dalam praktiknya kita lihat bahwa RUU ini terbangun di publik seolah bicara RUU Cipta Kerja artinya bicara nasib buruh, padahal ini ada 11 klaster, hanya 1 di antara 11, tapi mungkin apakah pemerintah dalam hal ini awalnya tidak berpikir mengenai nama ini, sehingga memang buruh sangat gencar menolak RUU ini dan terbangun di masyarakat kalau bicara RUU ini bicara nasib para pekerja," kara Sarman, Senin (27/4).

Baca Juga

Selain itu ia mengungkapkan krisis ekonomi jadi ancaman pascapandemi Covid-19. Oleh karena itu, ia menilai investasi diperlukan untuk membangkitkan perekonomian yang terdampak Covid-19.

"Apa yang menggerakan pertumbuhan ekonomi kita? Ada empat, konsumsi rumah tangga, investasi, ekspor, dan

belanja pemerintah, tapi di antara keempat ini, kemungkinan hanya satu yaitu investasi," ujar Sarman.

Dirinya berharap RUU Cipta Kerja atau yang ia usulkan namanya diubah

menjadi RUU Kemudahan Berusaha dan Berinvestasi segera disahkan sebelum Covid-19 selesai. Melalui RUU tersebut diharapkan reformasi besar besaran dibidang perizinan dan kemudahan berusaha dan berinvestasi para investor luar yang saat ini dalam posisi wait and see bisa berbondong-bondong masuk ke Indonesia.

Hal senada juga disampaikan Rektor Universitas Prasetya Mulya Djisman Simanjuntak. Djisman mengatakan ke depan Indonesia membutuhkan pertumbuhan luar biasa besar.

"Untuk itu diperlukan investasi yang sangat besar," ucapnya.

Kemudian. ia juga menyarankan agar perdagangan internasional Indonesia memiliki keunggulan. Pemerintah juga harus bisa memanfaatkan pasar internasional untuk mendukung permintaan dalam negeri.

"Penciptaan lapangan kerja itu tidak mungkin tanpa ekspansi perdagangangan internasional. They have to come together. Dalam kaitan itu saya pikir dengan Covid-19 ini indonesia memerlukan kebijkan ekonomi baru. Momentum ini kita manfaatkan untuk meluncurkan suatu era baru dalam kebijakan ekonomi indonesia," jelasnya.

Hal senada juga disampaikan Kepala Departemen Ekonomi Centre for Strategic and Internasional Studies Yose Rizal Damuri. Dalam paparannya, Yose mengatakan bahwa RUU Ciptaker merupakan langkah awal reformasi ekonomi.

"UU Cipta Kerja dapat dipandang sebagai salah satu langkah reformasi struktural untuk mendorong investasi," kata Yose.

Ia mengatakan perubahan regulasi ekonomi sangat diperlukan untuk memacu investasi yang merupakan syarat perlu penciptaan lapangan kerja berkualitas. Menurut data yang ia miliki, diketahui hanya 40 persen angkatan kerja yang yang bekerja di sektor formal. Sedangkan, pekerja yang mendapat gaji ekuivalen dengan konsumsi kelas menengah hanya 15 persen.

"Artinya lapangan kerja yang tersedia itu tidak berkualitas karena kebanyakan adanya di sektor informal dan memberikan gaji yang rendah," ujarnya.

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Fraksi PDI Perjuangan Arteria Dahlan mengkritisi urgensi RUU Cipta Lapangan Kerja dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan sejumlah pakar, Senin (27/4). Dirinya menyoroti pasal 3 tentang tujuan.

"Tujuannya di sini menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya, konsekuensinya adalah materi muatannya adalah bagaimana menciptakan lapangan kerja yang seluas-luasnya. Tapi yang kita lihat dari klaster yang dihadirkan dan dari materi muatan yang hadir, ini justru terkait dengan lapangan kerja seluas-luasnya sangat sedikit sekali,"

Ia pun mempertanyakan kelaziman undang-undang tersebut dibuat kepada para pakar ketika membuat undang-undang yang bertujuan menciptakan lapangan kerja, namun justru sedikit membahas soal lapangan kerja. Selain itu dirinya juga menyoroti Pasal 4 RUU tersebut yang menurutnya jomplang.

"Untuk mencapai tujuan menciptakan lapangan kerja, perlu dilakukan kebijakan strategis investasi dan kegiatan kebijakan strategis untuk kegiatan berusaha. Tapi di sini ada kekuatan yang berhadap-hadapan. Berhadap-hadapan yang butuh pengaturan cermat dan sangat hati-hati," ujarnya.

Dirinya lebih setuju jika RUU tersebut diubah nama. Menurut Arteria  hal tersebut lebih tepat tidak disebut RUU Cipta Kerja.

"Ini buka cipta kerja ini, undang-undang kemudahan berinvestasi namanya, sepakat kalau seperti itu," ungkapnya.

photo
omnibus law ciptaker - (istimewa)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement