Kamis 23 Apr 2020 06:00 WIB

KLHK: Covid-19 Momentum Wujudkan Bumi Berketahanan

Mewujudkan bumi berketahanan perubahan iklim melalui pembangunan rendah karbon.

Bumi. Covid-19 saat ini yang sedang melanda sejumlah negara bisa dijadikan momentum setiap negara untuk mewujudkan bumi berketahanan dari perubahan iklim.
Foto: AP
Bumi. Covid-19 saat ini yang sedang melanda sejumlah negara bisa dijadikan momentum setiap negara untuk mewujudkan bumi berketahanan dari perubahan iklim.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menilai situasi pandemi Covid-19 saat ini yang sedang melanda sejumlah negara bisa dijadikan momentum setiap negara untuk mewujudkan bumi berketahanan dari perubahan iklim. Pemerintah bisa mewujudkan bumi yang berketahanan dari perubahan iklim melalui pembangunan rendah karbon. 

"Untuk Indonesia perlu kita meningkatkan upaya mengintegrasikan pemikiran kita, rencana dan tindakan untuk membangun ketahanan ekonomi, sosial, sumber kehidupan serta ketahanan ekosistem dan lingkungan," kata Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) KLHK Ruandha Agung S terkait peringatan Hari Bumi melalui konferensi video di Jakarta, Rabu.

Baca Juga

Pemerintah juga bisa meningkatkan aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Ia mengatakan Indonesia telah memiliki komitmen di dunia internasional melalui Nationally Determined Contribution (NDC) dengan upaya menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen atau 41 persen dengan dukungan mitra internasional.

Dari angka 29 persen tersebut sebanyak 17,2 persen diupayakan melalui sektor kehutanan dan yang terbesar kedua yaitu energi yakni 11 persen.

Secara umum, ia mengatakan peringatan Hari Bumi 2020 sejalan dengan diskusi bertajuk "Bumi Hari Ini, Bumi Esok Hari" memiliki makna manusia menuju tatanan baru melalui "climate action" dapat menginformasikan strategi dan implementasi pengelolaan perubahan iklim. Hal itu baik di perusahaan-perusahaan Tanah Air dan Indonesia secara umum.

Ia mencontohkan akibat pandemi Covid-19 sejumlah negara termasuk Indonesia menetapkan karantina wilayah tepatnya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Dengan kebijakan itu sisi positif yang bisa diambil ialah penurunan polusi udara di Tanah Air. 

Salah satunya adalah di Gunung Pangrango, wilayah Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bogor, serta Gunung Salak di Kabupaten Bogor dan Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, yang biasanya tidak tampak dari Jakarta saat ini bisa dilihat dengan jelas.

Kemudian hasil penelitian dari seismolog observatorium Kerajaan Belgia di Brussel, Thomas Lecoq mengatakan pembatasan gerak manusia membuat derau seismik di kota itu turun sepertiga dibanding sebelumnya. "Ini seolah-olah bumi di 'reset' atau diputar kembali," katanya.

Ia juga mengingatkan masyarakat di Tanah Air bahwa bumi hanya ada satu dan tidak ada bumi lainnya sehigga perlu dijaga dengan bertindak secara konkret dan realistis. "Mulai hari ini upaya kita harus konkret dan realistis agar bumi nyaman untuk dihuni," demikian Ruandha.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement