Senin 06 Apr 2020 15:14 WIB

Mudik tak Dilarang dan Fenomena Pusat Karantina Ditentang

Warga Desa Menawan di Kudus menolak Balai Diklat jadi tempat karantina pemudik.

Warga melakukan aksi unjukrasa di Desa Menawan, Gebog, Jawa Tengah (6/4/2020). Mereka menolak rencana pemerintah setempat menjadikan Balai Diklat Sonyawarih menjadi tempat karantina bagi pemudik dari luar daerah (ODP COVID-19) karena dianggap akan menulari warga di desa mereka.
Foto: Antara/Yusuf Nugroho
Warga melakukan aksi unjukrasa di Desa Menawan, Gebog, Jawa Tengah (6/4/2020). Mereka menolak rencana pemerintah setempat menjadikan Balai Diklat Sonyawarih menjadi tempat karantina bagi pemudik dari luar daerah (ODP COVID-19) karena dianggap akan menulari warga di desa mereka.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra, Antara

Pemerintah pada pekan lalu telah meyatakan bahwa tidak ada larangan mudik pada masa libur Lebaran tahun ini. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun meminta pengawasan kedatangan warga dari zona merah penyebaran Covid-19 diperketat, khususnya di level RT/RW.

Baca Juga

Alasannya, warga yang baru saja pulang dari zona merah, misalnya Jakarta, berstatus sebagai orang dalam pemantauan (ODP). Artinya, siapapun warga yang baru pulang dari ibu kota harus melakukan isolasi mandiri selama 14 hari setibanya di kampung halaman.

"Saya ingin mendorong agar ada partispasi di tingkat komunitas baik itu RW ataupun RT, sehingga pemudik yang pulang dari Jabodetabek bisa diberlakukan sebagai orang dalam pemantauan. Sehingga harus  melaksanakan isolasi mandiri," ujar Jokowi.

Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia Daeng M Faqih mengingatkan kewajiban karantina selama 14 hari bagi warga DKI Jakarta dan sekitarnya yang telah terlanjur mudik. Semua mereka yang berasal dari Jakarta, kata Faqih, masuk dalam daftar ODP.

"Yang sudah terlanjur mudik, semuanya begitu sampai tempat tujuan mudik pemerintah daerahnya melakukan karantina rumah pada orang-orang yang mudik. Karena di Jakarta boleh dikatakan statusnya ODP semua. Yang mudik sebaiknya dikarantina," katanya di Jakarta, Jumat, pekan lalu.

Ia mengemukakan bahwa warga DKI Jakarta yang mudik ke sejumlah daerah di Pulau Jawa bisa disebut sebagai ODP karena baru keluar dari pusat penyebaran atau episentrum virus Covid-19 di Indonesia. Hal itu, kata dia, bertujuan agar orang yang melaksanakan mudik dari Jakarta tidak membawa virus ke kampung halamannya dan menularkan virus di berbagai daerah.

Menurut Daeng, karantina rumah bagi orang-orang yang mudik ini harus diawasi oleh pemerintah daerah. Ia menegaskan, bahwa pemda harus mengawasi warga yang mudik melalui aparat desa seperti Bhabinkamtibmas, Babinsa, ataupun RT/RW setempat.

Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengatakan hampir seluruh pemda telah melakukan persiapan menghadapi pemudik. Meskipun, telah ada imbauan pemerintah untuk tidak pulang kampung selama wabah virus corona.

"Menyangkut mudik, hampir semua pemda telah mempersiapkan diri," kata Doni dalam konferensi pers melalui video di Jakarta, Senin (6/4), seusai Rapat Terbatas dengan Presiden Jokowi.

Doni mengatakan, persiapan itu menyangkut penyiapan tempat karantina khusus bagi pemudik yang datang ke daerah. Meskipun demikian, dia mengatakan ujung tombak daerah yakni kepala desa bisa memanfaatkan karang taruna, posyandu, PKK, unsur TNI/Polri hingga bhabinkantibmas dan babinsa dalam meminta pemudik melakukan isolasi mandiri.

"Di beberapa daerah sudah berjalan. Saya berterima kasih sebesar-besarnya kepada para kepala desa, lurah, yang telah melakukan hal ini. Yang belum, agar ujung tombak sekali lagi bagaimana bisa bekerja sama di tingkat desa," kata dia.

Ia menekankan Indonesia mempunyai instrumen sangat kuat mulai dari pusat, kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan, desa termasuk RT/RW. Apabila instrumen tersebut berjalan efektif maka akan mampu melakukan pencegahan penyebaran Covid-19 terhadap masyarakat yang berisiko tinggi.

"Kalau anak muda daya tahan tubuh bagus mereka dengan berbagai nasihat dokter bisa pulih sendiri dengan isolasi di rumah. Tapi sangat berisiko kelompok rentan usia lanjut dengan penyakit penyerta, seperti jantung, hipertensi, diabet, asma dan penyakit kronis lainnya," ujar dia.

Doni mengatakan, tahun ini 56 persen warga tidak akan mudik merayakan Idul Fitri karena menyadari risiko penularan virus corona penyebab Covid-19.

"Dari data yang dikumpulkan 56 persen masyarakat sudah sadar atau sudah tahu bahaya covid-19, dan 56 persen menyatakan tidak akan mudik, kemudian 37 persen sisanya belum mudik, sedangkan tujuh persen sudah terlanjur mudik," kata Doni, Senin (6/4).

"Yang terlanjur mudik, kita sarankan ke kepala daerah untuk memanfaatkan saudara-saudara kita yang kehilangan pekerjaan bisa fokus ke pertanian, perikanan budi daya, dan program untuk meningkatkan ketahanan pangan," katanya, menambahkan.

Apa yang Kepala BNPB di atas, sebagian realitanya tidak demikian. Seperti yang terjadi di Kudus, puluhan warga Desa Menawan, Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, menggelar aksi unjuk rasa untuk menolak penunjukan Balai Diklat Menawan sebagai tempat karantina bagi pemudik di tengah wabah corona.

Aksi unjuk rasa dilakukan di perempatan jalan Desa Menawan dengan mengusung spanduk bertuliskan "Menawan bersatu tolak COVID-19" serta "Menawan tolak karantina dari luar wilayah", Senin (6/4).

Aksi warga Menawan tersebut, diduga diinspirasi adanya aksi serupa dari warga di dua desa lainnya yang dijadikan tempat karantina pemudik, Rusunawa di Desa Bakalan Krapyak, Kecamatan Kaliwungu, Graha Muria dan Pondok Wisata di Desa Colo, Kecamatan Dawe.

Koordinator aksi warga Desa Menawan Muhammad Ribowo di Kudus, Senin, mengungkapkan aksi ini karena masyarakat khawatir dengan potensi penyebaran Covid-19. Bahkan, lanjut dia, desa sudah ada upaya untuk pendataan pemudik, terutama pendatang dari zona merah.

Janji diadakan tes cepat (rapid test) corona untuk pendatang, kata dia, hingga kini belum dilakukan.

"Tiba-tiba aset di Desa Menawan yang menjadi tempat Diklat Menawan akan dijadikan tempat untuk isolasi dan karantina pemudik dari luar kota," ujarnya.

Ketua BPD Menawan Ahmad Prayitno menambahkan aksi warga ini menjadi respons atas pernyataan Pelaksana tugas Bupati Kudus Hartopo saat siaran langsung di salah satu televisi nasional, Ahad (6/4) malam. Dalam pernyataannya, kata dia, Hartopo mengatakan tetap menggunakan empat lokasi untuk karantina pemudik.

"Padahal, sebelumnya warga melalui Pemdes Menawan mengirimkan surat keberatan ke Pemkab Kudus. Jika semalam pernyataannya masih sama, berarti surat kami tidak diperhatikan," ujarnya.

Ia mengungkapkan di Desa Menawan saja ada sebanyak 119 warga yang masuk daftar ODP. Selama ini, katanya, warga setempat menjalani isolasi mandiri di rumah masing-masing.

"Tidak ada program bantuan dari Pemerintah untuk warga kami yang masuk daftar ODP. Tiba-tiba Balai Diklat di desa kami dijadikan lokasi karantina pemudik," ujar Prayitno.

Kepala Desa Menawan menyatakan, aksi ini merupakan aksi kemanusiaan. Ia mengungkapkan aksi tersebut juga disepakati pemerintah desa dan seluruh elemen masyarakat, seperti BPD, Karang Taruna, kelompok sadar wisata, PKK desa serta elemen masyarakat lain.

"Warga bukan memerangi program pemerintah, tetapi untuk bentuk kemanusiaan untuk perlindungan masyarakat," ujarnya.

photo
Mengapa 14 hari melawan virus corona - (Pemprov DKI Jakarta)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement