REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar
Demi mencegah penyebaran virus corona atau Covid-19, lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengusulkan narapidana kasus korupsi dan narkotika dibebaskan. Syaratnya, yang dibebaskan adalah napi yang sudah berusia 60 tahun ke atas dan sudah menjalani 2/3 masa hukuman.
"Napi narkotika dengan masa pidana 5-10 tahun dan menjalani 2/3 masanya (pidana) akan kita berikan asimilasi di rumah, perkiraannya 15 ribu (napi). Napi korupsi yang berusia 60 tahun ke atas dan sudah jalani masa hukuman 2/3 sebesar 300 orang," ujar Yasonna dalam rapat kerja virtual dengan Komisi III DPR, Rabu (1/4).
Selain itu, usulan pembebasan juga akan ditujukan pada narapidana kriminal khusus yang sakit kronis. Serta, sudah mejalani 2/3 masa hukumannya.
Demi merealisasikan usulan ini, Yasonna mengatakan bahwa akan merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Rencanya, hal ini akan dibawanya ke dalam rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Jadi kami akan laporkan ini ke ratas nanti agar revisi ini sebagai tindakan emergency bisa dilakukan," ujar Yasonna.
Yasonna sendiri mengklaim, Jokowi sudah setuju dengan hal ini. "Tinggal nanti kita lihat sejauh mana bisa kita tarik ini, tentu saya akan berupaya keras meyakinkan. Karena keinginan kita membuat keadaan semakin baik," ujarnya.
Adapun terkait pembebasan 30 hingga 35 ribu narapidana, kemungkinan rampung dalam sepekan. Hingga Rabu (1/4) siang ini, menurutnya sudah sekitar 5.556 napi yang bebas.
"Kami harapkan tidak ada moral hazard. Kami sudah menyatakan ini adalah pelepasan by law," ujar Yasonna.
Selain itu, pembebasan ini juga bertujuan untuk mengurangi kapasitas berlebihan di dalam lapas dan rutan. Agar juga mengurangi potensi penularan virus corona.
"Tentu mengurangi over kapasitas adalah sesuatu strategi yang sangat penting dan wajib dilakukan," ujar Yasonna.
Diketahui, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia menerbitkan Keputusan Menteri (Kepmen) terkait pembebasan narapidana dengan persyaratan tertentu untuk mengantisipasi penularan Covid-19. Hal ini tertuang dalam Keputusan Menteri (Kepmen) Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak, dijelaskan sejumlah ketentuan bagi narapidana dan anak yang dibebaskan melalui asimilasi.
Pertama, narapidana yang dua pertiga masa pidananya jatuh sampai dengan 31 Desember 2020, dan anak yang setengah masa pidananya jatuh sampai dengan 31 Desember 2020. Serta tidak terkait dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2019.
Adapun ketentuan bagi narapidana dan anak yang dibebaskan melalui integrasi (pembebasan bersyarat, cuti bersyarat, dan cuti menjelang bebas). Yakni, narapidana yang telah menjalani dua pertiga masa pidana, serta anak yang telah menjalani setengah masa pidana.
Menurut anggota Komisi III DPR Arsul Sani, pemerintah belum menentukan parameter dari basis kolompok napi rentan tertular Covid-19.
"Tetapi belum ada parameternya berbasis kelompok rentan, seperti narapidana berusia lanjut, yang sakit, ibu hamil dan menyusui," ujar Arsul.
Menurutnya, kelompok rentan inilah yang memiliki potensi paling besar terinfeksi virus corona. Arsul meminta Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly untuk memasukkan mereka ke dalam parameter pembebasan nantinya.
"Kami berharap ini juga bisa menjadi parameter di dalam pembenasan dan pengeluaran warga binaan pemasyarakatan yang dilakukan Ditjen PAS," ujar Arsul.
Hal serupa juga diusulkan oleh anggota Komisi III Fraksi PKS Nasir Djamil. Pasalnya, ia menilai mereka yang rencananya dibebaskan memang sudah sesuai haknya, karena mereka telah menjalani 2/3 masa hukuman.
"Jadi bukan soal masa tahanan, tapi orang-orang yang rentan terpapar virus corona di dalam lapas dan rutan harus menjadi rujukan," ujar Nasir.
Selain itu, ia menilai pengeluaran dan pembebasan yang didasarkan pada peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. 10 Tahun 2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi bagi Narapidana dan Anak, bersifat diskriminatif. Karena, menurutnya, narapidana kasus tipikor tak dimasukkan ke dalam parameter pembebasan.
"Napi lain itu juga rentan terpapar oleh virus corona. Oleh karena itu kami berpikir agar Permenkumham Nomor 10 tahun 2020 ini juga dia menyasar napi tipikor," ujar Nasir.