REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akan menyatakan protes kepada Kejaksaan Agung (Kejakgung). Hal itu karena Kejakgung telah menyebutkan isi surat terkait pengembalian berkas penyelidikan kasus pelanggaran HAM berat Paniai yang sifatnya rahasia ke publik beberapa waktu lalu.
"Surat itu baru kami terima Kamis siang dan sifatnya rahasia. Saya malah heran sudah sejak dua minggu lalu Kejakgung omong soal isi surat ke media. Suratnya kan rahasia, dan baru dikirim kemarin siang," ujar Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik, saat dikonfirmasi, Sabtu (21/3).
Ahmad enggan menyampaikan isi petunjuk Surat Jaksa Agung tersebut ke publik. Itu karena surat tersebut bersifat rahasia. Pihaknya akan memberikan jawaban kepada Jaksa Agung paling lama 30 hari setelah surat itu diterima oleh Komnas HAM.
"Iya (menjawab surat dalam 30 hari) dan protes karena isi surat sudah dibicarakan jauh-jauh hari oleh pihak Kejakgung padahal suratnya baru kami terima kemarin dan suratnya bersifat rahasia," katanya.
Beberapa pekan lalu, pengembalian berkas penyelidikan kasus dugaan pelanggaran HAM berat Paniai sudah diungkapkan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Ali Mukartono. Ia menyampaikan alasan pengembalian tersebut karena adanya kekurangan formil dan materiil.
Pada Kamis (19/3), Kejakgung mengembalikan hasil penyelidikan dugaan pelanggaran HAM peristiwa Paniai, Papua pada tahun 2014 ke Komnas HAM. Kejakgung menilai hasil penyelidikan Komnas HAM belum memenuhi syarat untuk bisa dilanjutkan ke tahap penyidikan.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Hari Setiyono mengatakan, pengembalian berkas tersebut sudah dilakukan pada Kamis kemarin. Hari mengungkapkan, menurut penilaian Jaksa Penyidik di Direktorat HAM Berat di Kejakgung, laporan Komnas HAM belum memenuhi syarat formil dan materil untuk dikatakan sebagai pelanggaran HAM Berat.
"Dinyatakan belum memenuhi unsur perbuatan untuk dikatakan sebagai pelanggaran HAM Berat," jelasnya dalam siaran pers Kejakgung yang diterima wartawan di Jakarta, pada Jumat (20/3).
Hari menjelaskan, menurut Jaksa Penyidik, laporan Komnas HAM masih kurang alat bukti untuk mengatakan peristiwa Pania sebagai pelanggaran HAM Berat. Terutama, kata dia, terkait dengan Pasal 9 UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM. Pasal 9 UU Pengadilan HAM, mengatur tentang suatu kejahatan terhadap kemanusian yang dilakukan dengan cara meluas dan sistematis terhadap sipil.
Meski dinyatakan kurang bukti, dan dikembalikan. Namun kata Hari, Kejaksaan Agung memberikan petunjuk pada Komnas HAM untuk melengkapi syarat formil dan materil yang kurang. Komnas HAM, kata Hari masih punya waktu selama 30 hari setelah pengembalian berkas tersebut, untuk melengkapi pembuktian.
Kejaksaan Agung menerima laporan Komnas HAM tentang peristiwa Paniai, Papua sejak Februari lalu. Sebelum melaporkan ke Kejakgung, Komnas HAM menyatakan, peristiwa Paniai yang terjadi enam tahun lalu sebagai pelanggaran HAM Berat. Peristiwa Paniai, merupakan insiden pembubaran paksa aksi demonstrasi masyarakat Papua pada 7-8 Desember yang menewaskan lima orang warga sipil.