Senin 16 Mar 2020 17:47 WIB

Antrean Panjang di Halte, Kebijakan Anies Disorot Jokowi

Kebijakan Anies berdampak pada menumpuknya penumpang di halte Transjakarta dan MRT.

Suasana antrean di salah satu halte Transjakarta pada Senin (16/3). (ilustrasi)
Foto: Twitter/@PT_Transjakarta
Suasana antrean di salah satu halte Transjakarta pada Senin (16/3). (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra, Flori Sidebang, Rahayu Subekti

Kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membatasi armada dan waktu tunggu layanan transportasi umum di Jakarta, justru menimbulkan antrean panjang penumpang pada Senin (16/3). Salah satu yang terdampak adalah Moda Raya Terpadu, termasuk di Stasiun MRT Fatmawati.

Baca Juga

Sejak pukul 07.00 WIB antrean sudah mengular mencapai bagian luar dari Stasiun MRT Fatmawati. Penumpang yang masih sabar menunggu harus antre hingga mengisi ruang trotoar yang seharusnya digunakan oleh pejalan kaki.

Selain MRT, layanan transportasi umum yang juga mengalami antrean penumpang adalah TransJakarta. Berdasarkan pantauan Republika, sekitar pukul 09.00 WIB, kondisi di Halte S Parman Podomoro City cukup dipadati penumpang. Tidak hanya di halte, saat bus koridor 9 dengan rute Pluit-Pinang Ranti tiba, pemandangan serupa pun terjadi. Para penumpang berdesak-desakan di dalam bus.

Tidak hanya penumpukan penumpang, pembatasan rute koridor bus pun membuat beberapa penumpang menjadi kebingungan. Salah satunya Carmel. Ia bersama sang suami rencananya akan menuju rumah salah satu saudaranya di wilayah Bumi Serpong Damai (BSD). Namun, ia mengaku tidak mengetahui bahwa mulai hari ini koridor tersebut tidak beroperasi hingga dua pekan ke depan.

“Saya enggak tahu kalau bus (Transjakarta) yang ke BSD hari ini enggak operasi. Jadi bingung juga ini. Belum tahu bakal naik apa buat ke sana,” ujar Carmel.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada Ahad (15/3) mengeluarkan kebijakan pembatasan layanan transportasi publik, misalnya, MRT yang awalnya melayani tiap 5-10 menit kini hanya tersedia tiap 10 menit. Selain itu, MRT yang semula tersedia 16 gerbong kini hanya ada tiga hingga empat gerbong. LRT yang semula tiap 10 menit, menjadi 30 menit. Baik MRT dan LRT hanya beroperasi pada pukul 06.00-18.00 WIB.

Sedangkan untuk Transjakarta dari yang tadinya ada 248 rute, kini hanya akan ada 13 rute dengan keberangkatan setiap 20 menit dan jam operasional pukul 06.00 - 18.00 WIB. Kebijakan Ganjil-Genap juga akan ditiadakan minimal dalam dua minggu ke depan.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mewanti-wanti pemerintah provinsi, kabupaten, atau kota di Indonesia untuk berkoordinasi dengan pemerintah pusat sebelum menerbitkan kebijakan besar. Meski begitu, Jokowi tak menjelaskan parameter seperti apa yang ia maksud dengan 'kebijakan besar' itu.

"Semua kebijakan besar di tingkat daerah terkait dengan Covid-19 harus dibahas terlebih dahulu dengan pemerintah pusat. Untuk mempermudah komunikasi, saya minta kepada daerah untuk berkonsultasi dan membahasnya dengan kemeterian terkait dan Satgas Covid-19," kata Jokowi dalam keterangan pers di Istana Kepresidenan Bogor, Senin (16/3).

Jokowi pun menegaskan bahwa layanan transportasi harus tetap disediakan oleh pemerintah pusat dan daerah. Angkutan massal, menurutnya, harus tetap tersedia kendati pemerintah sedang mengurangi mobilitas orang demi mengurangi risiko penularan Covid-19.

"Yang penting mengurangi tingkat kerumunan, mengurangi antrean, dan mengurangi tingkat kepadatan orang di dalam moda transportasi, sehingga kita bisa menjaga jarak satu dengan lainnya," jelas Jokowi.

Pengamat Kebijakan Publik Universitas Indonesia Agus Pambagio mengatakan kebijakan Anies dalam membatasi operasional transportasi umum di DKI perlu dievaluasi. Agus bahkan meminta Anies membatalkan dulu kebijakan itu.

"Artinya harus dibatalkan atau dihitung ulang supaya kereta itu tidak terlalu padat, transjakarta tidak terlalu padat, tidak bisa main asal begitu, harus rute by rute," kata Agus, Senin (16/3).

Dia menjelaskan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan harus berbicara dengan sektor swasta, industri, dan publik yang memiliki pegawai. Dia mengatakan, perusahaan swasta juga harus mengeluarkan kebijakan tersendiri untuk perusahaannya dalam menyesuaikan pembatasan transportasi untuk mengurangi kerumunan.

"Pegawainya harus datang lebih siang dan pulang lebih sore. Pengurangan jam itu harus dibicarakan dengan baik," tutur Agus.

Padahal, menurut Agus, imbauan Gubernur DKI Jakarta untuk bekerja dan beraktivitas di rumah sangat baik, namun implementasinya buruk. Artinya, lanjut Agus, hal tersebut hanya kebijakan sepihak tanpa berbicara dengan sektor privat atau publik.

"Saya yakin dalam hal pembicaraan dengan Transjkarta dan MRT itu hanya bilang harus kurangi ya. Tanpa bahas dampaknya jadi dalam implementasinya jadi kacau," tutur Agus.

Dengan adanya penumpukan di simpul transportasi saat ini karena masih banyaknya karyawan yang bekerja di kantor justru menurutnya mendekatkan masyarakat dengan virus. Dengan adanya kerumunan maka menurut Agus mengakibatkan antrean di banyak halte busway dan MRT.

photo
WHO Nyatakan Wabah Corona Sebagai Pandemi - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement