Senin 24 Feb 2020 18:13 WIB

Data WNI Eks ISIS Mulai Disetor ke Kemenkumham

Data WNI eks ISIS sudah diserahkan ke Kemenkumhan untuk dilakukan pemblokiran paspor

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Esthi Maharani
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mohammad Mahfud MD
Foto: Abdan Syakura
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mohammad Mahfud MD

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah sudah mengidentifikasi sejumlah warga negara Indonesia (WNI) eks kombatan ISIS yang berusia dewasa. Data tersebut sudah mulai diserahkan ke Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) untuk dilakukan pemblokiran paspor.

"Mereka yang sudah teridentifikasi dengan nama, alamat asal, sekarang ada di mana, sejak kapan bergabung dengan ISIS, itu sekarang sudah mulai disetor ke Kemenkumham untuk paspornya diblokir," jelas Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (24/2).

Mahfud menjelaskan, pemblokiran terhadap paspor para eks kombatan ISIS dilakukan agar mereka tidak bisa kembali masuk ke Indonesia. Langkah tersebut diambil untuk para eks ISIS yang berusia dewasa.

"Sehingga nanti tidak bisa masuk lagi ke Indonesia," katanya.

Di samping itu, Mahfud menerangkan, pemerintah telah memutuskan akan memulangkan anak-anak yang berusia 10 tahun ke bawah dan merupakan yatim-piatu. Kini, pemerintah baru memulai melakukan pengidentifikasian terhadap anak-anak yang memenuhi kriteria tersebut.

"Kita sekarang pada tahap permulaan mengidentifikasi kalau-kalau ada anak yang berada berumur di bawah 10 tahun. Itu akan dilakukan bagaimana penjemputannya, bagaimana pembinaannya. Itu akan terus dikoordinasikan," jelas dia.

Sebelumnya, pemerintah telah memutuskan untuk tidak memulangkan WNI eks kombatan ISIS dan akan mencabut status kewarganegaraan mereka. Mahfud menjelaskan, pencabutan kewarganegaraan melalui proses hukum administrasi diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2007.

"Menurut PP Nomor 2 tahun 2007, pencabutan itu dilakukan oleh Presiden harus melalui proses hukum, bukan pengadilan ya. Proses hukum administrasi diteliti oleh menteri, lalu ditetapkan oleh presiden," jelas Mahfud di kantornya, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (13/2).

Mahfud menerangkan, menurut Undang-Undang (UU) Nomor 12 tahun 2006, orang dapat kehilangan status kewarganegaraannya dengan beberapa alasan. Salah satu di antaranya, yakni orang tersebut ikut dalam kegiatan tentara asing yang diatur pada pasal 23 ayat 1 butir d.

Menurut Mahfud, pencabutan kewarganegaraan mereka yang pernah tergabung dalam ISIS memang harus melalui proses hukum, tapi bukan proses pengadilan. Dalam hal ini, pencabutan kewarganegaraan terhadap mereka dilakukan melalui hukum administrasi yang diatur pada Pasal 32 dan 33 PP Nomor 2 tahun 2007.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement