Selasa 18 Feb 2020 17:07 WIB

Klinik Aborsi di Paseban Rahasiakan Identitas Pasien

Banyak yang tertarik ke klinik itu karena identitas pasiennya dirahasiakan.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Andi Nur Aminah
Aborsi(ilustrasi)
Aborsi(ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus mengungkapkan alasan pasien memilih melakukan aborsi di klinik aborsi ilegal di Paseban, Jakarta Pusat. Yusri mengatakan, klinik tersebut dapat merahasiakan identitas pasien, sehingga banyak orang tertarik melakukan aborsi di sana.

"Kenapa mereka memilih klinik aborsi Paseban, karena di situ bisa menyimpan rahasia pribadi," kata Yusri di Mapolda Metro Jaya, Selasa (18/2).

Baca Juga

Yusri menjelaskan, saat akan melakukan aborsi di klinik itu, pasien tidak menyertakan identitas secara lengkap. Mereka hanya perlu mencantumkan nama dan usia. "Mereka enggak perlu mencantumkan alamat mereka, yang ada hanya nama dan umur," papar Yusri.

Selain itu, sambung dia, sebagian besar pasien yang melakukan aborsi di klinik itu adalah perempuan muda yang hamil di luar nikah. Yusri menyebut, diduga mereka rata-rata berusia di bawah 24 tahun. "(Usia) masa-masa produktif ya, bisa jadi mulai 24 ke bawah karena hamil di luar nikah, mereka belum nikah tetapi sudah hamil," ungkap dia.

Yusri mengatakan, hingga saat ini polisi masih menyelidiki adanya kemungkinan pasien yang meninggal dunia usai melakukan aborsi. Sebab, kata dia, tempat dan peralatan yang digunakan untuk menggugurkan janin di klinik itu tidak steril.

"Kita susuri pasien sebanyak 903 orang karena hampir semua enggak ada data lengkap, hanya kartu saja dengan identitas nama dan umur. Ini masih kita dalami ya (kemungkinan adanya pasien yang meninggal dunia)," ungkap Yusri.

Di sisi lain Yusri mengatakan, para pasien yang melakukan aborsi di klinik ilegal itu dapat terjerat tindak pidana dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 194 tentang Kesehatan. Bunyinya, setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar. "(Pasien aborsi) juga bisa dihukum, kan ada dalam Undang-Undang Kesehatan," tutur dia.

Adapun sebelumnya, Subdit 3 Sumdaling Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya membongkar praktik aborsi klinik ilegal di wilayah Paseban, Jakarta Pusat pada 11 Februari 2020. Polisi pun telah menangkap tiga orang tersangka, yakni MM alias dokter A, RM, dan SI.

Polisi menjelaskan, dokter A alias MM merupakan dokter lulusan sebuah universitas di Sumatra Utara. Meski merupakan seorang dokter, tapi dia belum mempunyai spesialis bidang tertentu. Tersangka dokter A alias MM adalah orang yang berperan membantu para pasien untuk menggugurkan janinnya.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, tercatat 1632 pasien yang telah mendatangi klinik aborsi ilegal itu. Dari jumlah tersebut, sebanyak 903 pasien telah menggugurkan janinnya.

Sementara itu, tersangka RM berprofesi sebagai bidan. Dia bertugas untuk mempromosikan praktik klinik aborsi itu. Sedangkan, tersangka SI merupakan karyawan untuk pendaftaran pasien di klinik aborsi ilegal itu. Dia juga residivis kasus praktik aborsi ilegal.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement