Selasa 18 Feb 2020 00:30 WIB

50 Oknum Bidan dan 100 Calo Terlibat Klinik Aborsi Paseban

Klinik Paseban mendapatkan pasiennya dari oknum bidan.

Sebuah klinik aborsi disegel polisi (ilustrasi)
Foto: Republika/Edwin
Sebuah klinik aborsi disegel polisi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Sub Direktorat 3 Sumber Daya Lingkungan (Sumdaling) Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya mengungkapkan ada sekitar 50 oknum bidan dan 100 calo yang terlibat dengan sebuah klinik aborsi ilegal yang beralamat di di Jalan Paseban Raya No.61, Paseban, Senen, Jakarta Pusat.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus menjelaskan klinik aborsi ilegal di Paseban mendapat pasiennya dari oknum bidan dan pasien yang beroperasi masing-masing

Baca Juga

"Nah itu yang dilakukan semuanya, dari 50 bidan yang lain sama seperti itu. nanti mereka punya kaki tangan lagi hampir sekitar 100 calo, calo untuk mencari pasien," kata Komisaris Besar Yusri Yunus di Polda Metro Jaya, Senin.

Yusri menjelaskan calo-calo itu akan memasang iklan dengan nama klinik yang berbeda-beda, namun tetap akan membawa pasien yang ingin melakukan aborsi ke oknum bidan dan membawanya ke Klinik Paseban.

"Caranya adalah mereka masing-masing menggunakan media sosial, menggunakan nama kliniknya masing masing," kata Yusri.

Polda Metro Jaya menggerebek sebuah klinik aborsi ilegal yang beralamat di di Jalan Paseban Raya No.61, Paseban, Senen, Jakarta Pusat pada 10 Februari 2020.

Dalam penggerebekan itu petugas mengamankan tiga orang yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka yakni MM yang berperan sebagai dokter, RM sebagai bidan, dan S sebagai staf administrasi klinik.

Tersangka MM diketahui berprofesi sebagai dokter. MM dahulu dokter yang berstatus sebagai pegawai negeri di Riau, namun dipecat karena masalah disiplin. RM berperan sebagai bidan dan juga residivis dalam kasus serupa, sedangkan S juga residivis dalam kasus yang sama.

Akibat perbuatannya, ketiga tersangka itu saat ini ditahan di Mapolda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan lebih intensif.

Mereka dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 83 juncto Pasal 64 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan dan atau Pasal 75 Ayat (1), Pasal 76, Pasal 77, Pasal 78 UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan atau Pasal 194 jo Pasal 75 Ayat (2) UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan juncto Pasal 55, 56 KUHP. Ancaman hukuman akibat tindakan mereka di atas 10 tahun penjara.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement