Rabu 29 Jan 2020 21:32 WIB

KPK Tanyakan ke Cak Imin Apakah Ikut Terima Aliran Dana

Ketum PKB Muhaimin Iskandar hari ini diperiksa KPK sebagai saksi.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Wakil Ketua DPR yang juga Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar memberikan keterangan kepada sejumlah wartawan usai menjalani pemanggilan pemeriksaan, di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (29/1/2020).
Foto: Antara/Risky Andrianto
Wakil Ketua DPR yang juga Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar memberikan keterangan kepada sejumlah wartawan usai menjalani pemanggilan pemeriksaan, di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (29/1/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada Rabu (29/1), memeriksa Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau yang akrab dipanggil Cak Imin terkait proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun anggaran 2016. Plt Jubir KPK Bidang Penindakan, Ali Fikri mengungkapkan, penyidik membutuhkan keterangan Cak Imin untuk tersangka Hong Artha terkait pengetahuan Cak Imin tentang aliran dana untuk dugaan suap PUPR jalan di Maluku dan Maluku Utara.

"Kan ada Rp 7 miliar, ada juga Rp 1 miliar dan sebagiannya, nah itu pengetahuan saksi sejauh mana, ya terkait itu. Bahwa apakah saksi mengetahui atau bahkan apakah itu saksi ikut menerima dan sebagiannya itu tentunya tidak bisa kami sampaikan untuk saat ini," kata Ali di Gedung KPK Jakarta, Rabu (29/1).

Baca Juga

Pertanyaan tersebut, lanjut Ali, juga ditanyakan kepada beberapa politikus PKB yang sebelumnya juga telah diperiksa sebagai saksi oleh lembaga antirasuah. Keterangan para elite partai dibutuhkan penyidik untuk membuktikan adanya dugaan perbuatan Hong Artha.

Sebelumnya, beberapa nama politikus PKB juga dipanggil lembaga antirasuah. Salah satunya Wakil Gubernur Lampung yang juga politikus PKB Chusnunia Chalim alias Nunik. Selain itu, tim penyidik juga pernah memeriksa tiga politikus PKB Fathan, Jazilul Fawaid, dan Helmi Faisal Zaini.

Dalam perkara ini, KPK menduga Hong Artha bersama-sama memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada Kepala Badan Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary. Amran diduga menerima uang sebesar Rp 8 miliar dan Rp 2,6 miliar dari Hong Artha.

Hong Artha sendiri merupakan tersangka ke-12 setelah sebelumnya KPK menetapkan 11 orang lainnya. Dari 11 orang tersebut, 10 diantaranya sudah divonis bersalah dan dijebloskan ke penjara. Penetapan status tersangka terhadap Hong Artha dilakukan pada 2 Juli 2019 lalu. Namun, hingga kini, KPK belum melakukan penahanan terhadap Hong Artha.

Kasus ini bermula dari penangkapan mantan anggota Komisi V DPR RI Damayanti pada 13 Januari 2016. Dalam perkara tersebut, Amran telah divonis enam tahun penjara dan denda Rp 800 juta subsider empat bulan kurungan karena menerima Rp2,6 miliar, Rp15,525 miliar, dan 202.816 dolar Singapura. Sementara Damayanti juga telah divonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti menerima 278.700 dolar Singapura dan Rp1 miliar.

"Saya datang untuk memenuhi panggilan sebagai saksi dari Hong Artha," kata Cak Imin seusai pemeriksaan di Gedung KPK Jakarta, Rabu (29/1).

Menurut Cak Imin, penyidik KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap dirinya pada Kamis (30/1). Namun, lantaran ia memiliki jadwal acara lain sehingga ia meminta untuk dimajukan jadwalnya.

"Alhamdullilah selesai semuanya sudah-sudah saya berikan penjelasan ya selesai," kata dia.

Saat ditanyakan apakah ada aliran dana yang masuk ke partainya, Cak Imin langsung membantahnya. "Tidak benar, kaitannya tidak ada," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement