REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG-- Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) ditunjuk oleh Kementerian Riset Teknologi menjadi koordinator tiga rencana strategis di bidang nuklir. Menurut Kepala Batan, Anhar Riza Antariksawan, tiga proyek strategis tersebut merupakan rencana lima tahun yang diembankan kepada pihaknya, yakni pengembangan Radioisotop dan Radiofarmaka.
"Keduanya, dikembangkan untuk meningkatkan pemanfaatan tenaga nuklir dalam bidang kedokteran," ujar Anhar, kepada wartawan di Bandung, Selasa (28/1).
Anhar menjelaskan, Batan menargetkan bisa membuat prototipe radioisotop yang akan di pabrikasi, kerja sama dengan PT Inuki. "Kalau Radiofarmaka akan kerjasama dengan biofarma, dan dikomersilkan oleh mitra BATAN nanti," katanya.
Menurutnya, Radioisotop dan Radiofarmaka ini, dikembangkan dengan memproduksi Teknisium-99. Dengan dikembangkannya Teknisium-99 ini, maka akan mampu memenuhi kebutuhan pengobatan seperti pengobatan kanker yang saat ini banyak dicari.
Bahkan, kata dia, sebelumnya Indonesia mampu mengekspor Teknisium-99 ke sejumlah negara. Dengan pembaruan pengembangan Teknisium-99 ini akan semakin meningkatkan produksinya.
"Dalam tiga tahun ditargetkan ujicoba produksi (Teknisium-99)," kata Anhar.
Rencana strategis kedua yang akan dilakukan Batan, kata dia, yakni pembuatan prototipe sistem pemantauan keamanan radiasi (PMR) di lingkungan. Dengan pengembangan ini ia mengklaim keamanan negara dari ancaman nuklir akan terjamin. Dengan penerapan sistem PMR ini akan memungkinkan pendeteksian dini jika lingkungan di Indonesia baik udara maupun darat dari ancaman nuklir.
"Misalnya, ada produk radioaktif di langit atau tidak nanti terdeteksi kalau kandungan radio aktif meningkat di suatu lingkungan," kata Anhar.
Tidak hanya itu, kata dia, Batan juga membuat portal monitor radiasi yang akan di pasang di pelabuhan-pelabuhan. Nantinya portal tersebut bisa mendeteksi barang-barang impor yang datang.
"Kalau lewat di alat PMR akan terdeteksi barang yang dikirim apaaa, di Indonesia beberapa sudah dipasang alat ini, tapi kan pelabuhan banyak, nanti akan terpasang," katanya.
Proyek strategis yang ketiga, kata dia, yakni pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Rencananya, pihaknya akan melakukan feasibility study (FS) di daerah Kalimantan Barat selama 2-3 tahun kedepan.
FS tersebut, kata dia, akan mencakup studi lokasi, lingkungan, teknologi, dan juga secara ekonomi sehingga bisa membangun PLTN di lokasi yang tepat. Pihaknya pun diminta untuk menyiapkan Sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni di bidang tenologi nuklir. Sebetulnya, sudah sejak lama di Indonesia ada sarjana sains terapan yang mengenal Nuklir.
"Namun karena belum ada PLTN, jadi mereka tersebar," katanya.