Rabu 22 Jan 2020 05:27 WIB

Kasus Jiwasraya, Kejakgung: Ada Beli Saham dengan Catut Nama

Kejakgung memeriksa terhadap pihak yang namanya dipakai untuk transaksi saham.

Rep: Bambang Noroyono / Red: Ratna Puspita
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Hari Setiyono
Foto: Antara/Reno Esnir
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Hari Setiyono

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim penyidik Kejaksaan Agung (Kejakgung) menemukan modus pembelian saham dengan cara gelap. Yakni, aksi korporasi berupa pembelian saham dengan menggunakan nama orang lain, atau pencatutan.

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Hari Setiyono menerangkan, lima dari 13 saksi yang diperiksa oleh penyidik pada Selasa (21/1) kemarin merupakan orang-orang yang namanya dipakai untuk proses transaksi saham. "Atau, pinjam nama," kata Hari, Selasa.

Baca Juga

Namun, Hari mengaku penyidikan terkait pencatutan lima nama ini belum rampung. “Tentang siapa yang menyuruh mereka membeli, atau memang mereka yang membeli (saham), itu masih ditelusuri,” ujar dia. 

Kepada lima saksi tersebut, penyidik akan menelusuri tentang saham apa saja yang dibeli. Lima saksi tersebut, yakni Sugianto Budiono, Susan Hidayat, Jenifer Handayani, dan Meithawati Ediyana Ningsih.

Selain lima saksi tersebut, penyidik Kejakgung memeriksa dua kelompok saksi lain pada Selasa kemarin. Kelompok saksi pertama, Hari menerangkan, lima saksi yang berasal dari karyawan di PT Bumi Nusajaya Abadi.

Mereka antara lain, Noni Widia, Yudith Deka Arsinta, Gea Larasprima, Lisa Anastasia, dan Cindy Violeta Ismedi. “Lima orang saksi ini, berperan sebagai pengelola saham milik tersangka BT (Benny Tjokrosaputro),” terang Hari.

Kelompok saksi terakhir, yakni Erda Darmawan, Santi Yulia, dan Leonard Lontoh. “Ketiga saksi ini pengelola apartemen South Hill,” terang Hari.

Pada pekan lalu, apartemen tersebut sempat digeledah oleh tim pelacak aset dan penyidik saat penyidikan intensif terhadap Benny Tjokrosaputro. Benny adalah Komisaris Utama PT Hanson Internasional Tbk, salah satu dari lima tersangka dalam penyidikan sementara kasus dugaan korupsi Jiwasraya. 

Selain Benny, Kejakgung juga menetapkan tersangka terhadap Heru Hidayat selaku Komisaris PT Trada Minera Tbk, mantan direktur utama Jiwasraya Hendrisman Rahim, mantan direktur keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo, dan mantan kepala Divisi Keuangan Jiwasraya, Syahmirwan. Delapan orang masih dalam status cegah keluar negeri. 

Audit investigasi pendahuluan yang dilakukan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) menemukan banyak penyimpangan dalam aksi korporasi sejak 2006. Menurut audit BPK, per September 2018, Jiwasraya sudah mengalami gagal bayar senilai Rp 13,7 triliun.

Pengacara tersangka Heru, Soesilo Ari Wibowo, mengatakan, dugaan korupsi  kasus Jiwasraya masih mentah. Ia menilai, sementara ini, gagal bayar yang dialami Jiwasraya merupakan risiko bisnis.

Soesilo, pun masih ragu dengan sangkaan korupsi yang dialamatkan kepada kliennya. “Saya melihat, bahwa ini (kasus gagal bayar Jiwasayara) soal saham, investasi,” ujar dia di Jakarta, Selasa (21/1).

Dia mengatakan Kejakgung belum menerangkan tentang peran serta para tersangka dalam tuduhan dugaan korupsi. “Kalau soal saham, investasi tentu ada aturan-aturannya. Sampai sekarang, adanya dugaan korupsi itu kita juga belum tahu aturan mana yang dilanggar,” terang dia.

“Ini masih terlalu awal. Saya tidak berani mengatakan (klien saya) salah atau tidak. Kita ikuti saja dahulu. Ini masih awal,” sambung dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement